Paman Hariadhi dan Mimpi Saya

Hariadhi, pemilik akun twitter @hariadhi84 (jumlah followers 10,8K data per 15 Februari 2020), di grup WA kelas menulis online yang saya ikuti, disapa sebagai Paman Hariadhi. Sapaan Paman, mengingatkan saya pada Paman Gober. Tokoh yang bergelimang harta di cerita komik Donald Bebek, uang koinnya bergunung-gunung dalam gudang uang. Dan, kata 'uang', tepatnya, 'duit', adalah kata utama yang powerful yang disebut-sebut oleh Paman Hariadhi di awal sharing sessionnya.

Paman Hariadhi dan Mimpi Saya

 

 

Tiba-tiba, saya terhubung dengan Paman Hariadhi. Kompasioner yang juga editor, designer dan entrepreneur. Belum pernah ketemu sih di dunia nyata. Baru ketemu di WA aja. Itupun WA group, bukan japri

Ketemunya unik. Sama-sama di kelas menulis online yang digagas Ombud alias Budiman Hakim ('idolak' saya dalam pathway saya yang merintis dan membangun skill di bidang menulis).

The Writers. Begitu nama group WA itu. Kemarin sore ada yang super seru dari Paman Hariadhi sehingga sangat menggugah saya untuk terus bersemangat menulis. Sayangnya saya nggak bisa nyimak materi online itu kemarin, karena selepas Isya, saya tepar dengan sempurna ke alam mimpi. Sudah gitu, pukul 04.00 WIB harus sudah lari ke bandara Soetta untuk mengejar GA 260 tujuan Gunung Sitoli, pulau Nias. Delapan-belas-dua-dua WIB hari ini baru selesai seluruh rangkaian acara yang saya ikuti bersama Dinas Pariwisata Kabupaten Nias untuk menjadi juri dan memberikan pembekalan pemilihan Putri Pariwisata Kabupaten Nias 2019.

"Siapa di sini yang suka duit?" Itu kalimat awal dari Paman Hariadhi di sharing session-nya. Pertanyaan yang mengarahkan pembaca di grup WA itu pada jawaban seragam: 'saya' atau 'aku' atau 'semua orang'. Sharing itu lalu disusul dengan sesi tanya jawab yang rame serta sebuah quiz.

Pertanyaan tentang duit itu rupanya menjadi awal bagi quiz yang disiapkannya lengkap dengan hadiah dompet Toraja untuk tiga tulisan terbaik. Ini nih yang nggak nahan buat saya. Sesuatu yang terkait dengan etnik nusantara, yang berbau-bau warisan leluhur kita. Barangkali bila yang ditawarkan adalah benda lain dengan harga yang sama, sama sekali tidak membuat saya tertarik.

Bunyi quiz itu: "Tulis di Kompasiana masing-masing, jalan karir menulis seperti apa yang teman-teman bayangkan dari menulis masa kini. Apakah akan bergabung dengan digital agency, atau jadi lepasan, atau penulis SEO (Search Engine Optimization), atau mau masuk situs dengan konten berbayar?"

Saya lama banget diam. Digital agency. Penulis lepasan. Penulis SEO. Masuk situs dengan konten berbayar. Waduh. Mau jadi yang mana nih saya? Bingung! 

Saya termasuk yang masih berpikir bahwa dunia menulis itu cenderung dunia yang cost center, bukan dunia yang profit center. It is all about 'spending money'. Buktinya ketika membuat buku kumpulan puisi dengan teman-teman, yang ada adalah keluarnya dana tertentu untuk iuran bareng cetak buku plus acara launching-nya. Ketika menulis di Kompasiana, tidak ada duit yang mampir menghampiri rekening saya. Ketika menulis di caption media sosial, yang saya unduh adalah sejumlah likes dan komentar pujian. Bukan uang. Itupun gak banyak. Puluhan saja, tidak sampai ratusan.

Kalau ngomongin uang, ya, bisa jadi malah ngomongin pencetaknya, to be precisely, kantor tempat saya bekerja: Peruri. Yang jelas-jelas memberikan gaji tiap tanggal 25. Hahaha. (eh, hari ini dong ya?!). 

Membaca tulisan Paman Hadiadhi, sharing-nya tentang pengalamannya, menjadikan saya tahu satu hal, bahwa rupanya dunia digital sudah menjadi jembatan yang semakin memperpendek jarak antara kita dan impian kita. Dari contoh-contoh pengalaman yang disampaikan Paman Hariadhi, tampaknya jadi mudah kita merintis jalan menuju impian kita. 

Buat saya, yang paling mengesan dan cocok adalah kalimatnya yang ini:

"Penghasilan dari menulis tergantung banyak faktor. Tapi faktor utama adalah persistence (kegigihan).

Sama saja seperti salesman, kalau tidak pernah mencoba mengetuk pintu rumah orang lain, dia tidak akan bisa menjual barang yang ia jajakan. Selain kegigihan untuk menulis, kita harus juga gigih membangun jaringan pertemanan. Tapi jaringan pertemanannya ya orang-orang yang bisa memberi kita pekerjaan, bukan sekedar berteman saja."

Catet: Persistence!

Ada lagi tips yang terkait menjalin jaringan yang jitu:

"Kalau kita sanggup gaulnya agak canggih, dan ingin berburu uang cepat, coba cari pemilik perusahaan.

Tawarkan kepadanya jasa pembuatan katalog atau company profile. Ga usah mahal-mahal dulu. Kalau mau main di Business to Business, yang penting adalah kredibilitas, alias kumpulin portfolio keren sebanyak-banyaknya. Kalau kita sudah punya beberapa klien yang bagus, maka harga jasanya pun akan naik.

Karena negara kita menerapkan pemilihan langsung, dan anggota DPR/DPRD/DPD juga dipilih langsung, maka ini juga kesempatan bagi kita untuk menawarkan jasa menulis baginya. Paling mahal adalah testimonial kita sendiri. Karena dalam politik, apa yang dikatakan orang terhadap diri kita lebih penting daripada apa yang kita katakan sendiri.

Jangan takut menawarkan jasa retainer, alias bulanan. Kampanye politik itu ga bisa dalam 1-2 bulan. Biasanya membangun personal brand bagi politisi atau pejabat itu butuh waktu 1-2 tahun."

Networking yang terjalin akan menjadi percuma bila kualitas tulisan tidak mendukung. Begitu yang saya sarikan dari tips berikutnya ini:

"Ibarat mau jadi pelari, coba mulai dari 100 meter dulu, setelah berkali-kali coba dan nyaman, baru coba 500 meter. Setelah badan kita asik bergerak tiap pagi dan sore hari, baru ikut lari 5K. Ga akan langsung juara, tapi minimal kita dapat medali runner aja udah keren. Setelah itu baru mulai adu performa. Kalau udah sering juara, cobain 10K. Terakhir kalau udah jago banget baru set target kita untuk Half Marathon atau Full Marathon.

Sama juga dengan menulis. Coba bikin tulisan-tulisan pendek dulu. Mulai dari 1-2 paragraf. Coba dijual. Di mana menjualnya? Bisa di jasa-jasa SEO. Mereka sering butuh tulisan cepat, pendek, tapi banyak."
 

Sip! Paman, start dari sekarang latihan menulis berkelanjutan harus terjaga ritmenya untuk suatu waktu nanti bisa diunduh hasilnya.

 

 

Gunung Sitoli, 25 Oktober 2019.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.