JANGAN CAMPURADUKKAN SEPAKBOLA DAN POLITIK

JANGAN CAMPURADUKKAN SEPAKBOLA DAN POLITIK
Sumber: Kompas.id

Hiruk pikuk pembatalan piala dunia U20 terus bergulir seperti bola salju yang semakin membesar. Tidak ada penjelasan yang jelas dari FIFA mengenai alasan pembatalan ini. Pemilik-pemilik Podcast langsung membuat konten lalu menganalisis dengan serampangan. Pengetahuan dan data yang minim bukan masalah. Yang penting apa yang lagi viral bisa dijadikan konten.

Nama-nama besar seperti Denny Siregar, Alifurrahman, Eko Kuntadhi, Deddy Corbuzier sampai Najwa Shihab ikut membahas masalah ini. Topik yang paling sering saya dengar adalah pesan dari Pak Jokowi yang mengatakan “JANGAN CAMPURADUKKAN SEPAKBOLA DAN POLITIK”

Sebetulnya apa yang disampaikan oleh Pak De ini sangat sederhana dan tidak terbantahkan kebenarannya. Namun orang politik tidak bisa menerima pemahaman itu. Mereka terbiasa mengaitkan segala hal dengan politik, terutama dengan olahraga. Itu sebabnya maknanya menjadi rancu, seakan menyatu.

Bahkan wartawan sekelas Najwa Shihab pun sampai terjebak dalam pusaran makna ini. Di Instagramnya Najwa Shihab dengan menggebu-gebu mengatakan:

“Sejak kapan sepak bola itu steril dari politik? Football has always been political. Iya kan?" ucap Najwa Shihab setengah bertanya pada bintang tamunya Jovial da Lopez dan Andovi da Lopez.

Cara berpikir Najwa sudah terbalik-balik. Apakah dia tidak tau bahwa adalah hal yang sangat biasa melakukan diplomasi politik dibungkus dengan olahraga, apakah itu Sepakbola, Golf dan lain-lain. Tapi apakah lantas keduanya menjadi kesatuan? Tentu tidak! Politik dan olahraga mempunyai hakikat dan habitatnya masing2.

Kata lobby (misalnya: lobby hotel) mempunyai makna baru karena sering dipakai sebagai diplomasi politik. Sampai2 orang sering menggunakan kata ‘melobby’ padahal tidak dilakukan di lobby tapi di resto. Seharusnya: Saya akan ‘meresto’ orang tersebut. Dari Resto kita bisa masuk ke hal yang lebih spesifik: “Makanan”. Jokowi sering menggunakan makanan seperti Nasi goreng untuk atribut diplomasinya. Bahkan saat melobby Megawati, Pak De memanfaatkan Sayur Lodeh untuk berdialog dengan Ibu tua itu. Pertanyaannya masih sama, apakah sayur lodeh dan politik menjadi kesatuan? Tidak tentunya. Sayur lodeh dan politik mempunyai hakikat dan habitatnya masing2.

Seandainya suatu hari Indonesia mengadakan Lomba internasional bikin sayur lodeh di Jakarta. Apakah Hasto, Koster dan Ganjar akan berteriak lantang bahwa mereka menolak kehadiran Israel sebagai peserta? Selanjutnya Jokowi tampil dan mengatakan, “Jangan campur adukkan sayur lodeh dengan politik,” Dan Najwa kembali tampil dengan menggebu-gebu:

“Sejak kapan Sayur lodeh itu steril dari politik? Sayur lodeh has always been political. Pak Jokowi juga sering menggunakannya. Iya kan?" ucap Najwa Shihab setengah bertanya pada bintang tamunya.

Najwa Shihab. Please, deh!

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.