Ketika Penyair Jatuh Cinta

resensi buku Perempuan Laut

Ketika Penyair Jatuh Cinta
Perempuan Laut (sumber foto: rase)

Pernahkah Anda jatuh cinta? Apakah Anda menulis dan mengirimkan surat cinta untuk sang pujaan hati? Atau bahkan menuliskan puisi untuknya?

Ketika jatuh cinta, katanya orang akan cenderung menjadi puitis. Ada banyak cerita yang mengisahkan hal ini: Laki-laki menulis puisi untuk perempuan yang disukainya. 

Bagaimana ketika seorang penyair (yang adalah tukang nulis puisi) jatuh cinta? Inilah yang diceritakan oleh Usman Arrumy dalam novel berjudul Perempuan Laut. Buku terbitan Diva Press ini merupakan novel pertama Usman Arrumy. Lebih cocok disebut novela karena tipis (150an halaman). 

Usman Arrumy sebelum menulis novela ini, lebih dikenal sebagai penyair. Setelah menerbitkan empat buku puisi dan satu esai, dia menyadari bahwa sebuah gagasan tidak harus ditulis dalam bentuk puisi. Oleh karena itulah, Usman Arrumy kemudian menulis novela ini. 

Hanya saja, sebagai penyair, ternyata ia  tidak bisa lepas dari puisi. Hasilnya, dalam Perempuan Laut ini bertebaran puisi-puisi hampir di tiap babnya. Dari 18 bab, hanya tiga bab (yaitu bab 2, bab 16 dan bab 17) yang tidak berisi puisi.

Coba simak sebuah puisi yang ditulis oleh si penyair, berikut ini.

 

Untuk Lare Segara

Ombak adalah puisi
Yang ditulis laut pada pantai
Hujan adalah puisi
Yang ditulis langit pada tanah
Napas adalah puisi
Yang ditulis udara pada pada kehidupan

Kamu adalah puisi
Yang ditulis Tuhan pada diriku
(hal. 147) .

Dalam rekaman YouTube perbincangan bersama Usman Arrumy di Kafe Main-Main Yogyakarta (17 Juli 2022), dia menyatakan bahwa Perempuan Laut adalah puisi-puisi yang dipanjangkan.

Perempuan Laut berkisah tentang seorang penyair laki-laki bernama Kidung Sorandaka dan seorang perempuan pelukis bernama Diajeng Laksmi. Tanpa bisa ditolak, keduanya saling jatuh cinta. Perasaan cinta keduanya digambarkan sebagai cinta pertama mereka. Penulis berhasil membuat pembaca gemas dengan perilaku dan sikap kedua tokoh ini yang malu-malu kucing urusan cinta.

Penulis memakai point of view (PoV) gabungan dari tiga sudut pandang: orang pertama dari kedua tokoh tersebut dan orang ketiga. Gabungan ini cukup menarik karena pembaca bisa menikmati kisah dari masing-masing sudut pandang, meskipun ada beberapa bagian yang disembunyikan oleh penulis.

Yang juga menarik dari buku ini adalah setting tempat kejadian. Usman Arrumy, dalam rekaman YouTube yang disebutkan sebelumnya, menyatakan bahwa semua tempat dalam kisah ini adalah rekaan si penulis. Ia mengakui melakukan riset cukup banyak untuk memastikannya. Penulis layak diacungi jempol urusan riset ini (dan wawasannya), karena tidak hanya membuatnya mampu menuliskan deskripsi tempat yang detail, tetapi termasuk hal-hal pendukung misalnya playlist lagu/musik yang diputar di kafe.   

Lare Segara adalah nama yang  diberikan oleh si tokoh penyair kepada si pelukis, bahkan sebelum mereka saling mengetahui nama masing-masing. How romantic? Ya, kisah ini cocok dibaca oleh pembaca yang menyukai cerita romantis. 

Yang patut disayangkan, dalam buku ini ada satu hal yang tidak konsisten. Kecelakaan yang dialami oleh si penyair pada mulanya disebutkan akibat selang bahan bakar rusak (sehingga mesin perahu mati) serta baling-baling lepas. Pada bagian selanjutnya, disebutkan kecelakaan itu akibat gempa tektonik. 

Kekurangan berikutnya, tokoh Lare Segara digambarkan sebagai tokoh yang too good to be true, alias terlalu sempurna, semacam Mary Sue. Tokoh terlalu sempurna seperti ini biasanya dihindari oleh para penulis novel. 

Lare Segara dikisahkan sebatang kara sejak kecil tanpa mengetahui kedua orang tuanya. Ia sempat dianggap sebagai pembawa sial bagi para nelayan di kampungnya. Ia tidak mengenyam pendidikan yang cukup, tetapi kemudian diceritakan suka membaca dan pergi ke kota untuk membeli buku-buku. Nasib sangat baik dialami si yatim piatu ini yang secara otodidak belajar melukis dan selanjutnya hidupnya berubah 180 derajat. Tentu saja ada kemungkinan hal tersebut terjadi, hanya saja peluang terjadinya sangat kecil mengingat Lare Segara adalah seorang perempuan. Jika itu terjadi, berarti dia bernasib sangat baik.

Hal lain yang menurut saya kurang dalam novela ini adalah konflik yang diangkat. Konfliknya lemah, hanya urusan malu-malu kucing dalam cinta pertama kedua tokohnya. 

Di luar kekurangan-kekurangan tersebut, Perempuan Laut merupakan buku menarik. Di dalamnya kita menemukan bejibun puisi, yang selain menghibur hati sekaligus cocok dikutip untuk dipajang di medsos kita. Apalagi, si penulis menjanjikan bahwa kisah ini adalah buku pertama dari trilogi yang dia siapkan. Buku keduanya sudah dipajang dan dipromosikan sebagai preorder. Tentunya buku kedua sangat dinantikan untuk mengetahui nasib kedua tokoh kita ini serta kelanjutan kisah percintaan mereka.  (rase)

 

Catatan:

Resensi ini saya tulis untuk Kofiku (Komunitas Fiksi Kudus) dan telah dimuat di buletinnya.

 

***
Judul: Perempuan Laut
Penulis: Usman Arrumy
Penerbit: Diva Press
Cetakan Pertama Maret 2022
ISBN: 978-623-293-652-2
Tebal: 152 hal 13 x 19cm

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.