Hadiah untukku sendiri.

Aku telah menghadiahkan diriku sendiri kado terindah dalam hidupku.Terima kasih Tuhan untuk hadiahMu di hari istimewaku,"aku berdoa dan bersyukur dalam hati. 

Hadiah untukku sendiri.
<img

Pagi begitu cerah di dusun Tingal Wetan. Udara begitu bersih. Suasana dusun yang begitu tenang, hanya terdengar suara-suara para ibu yang menjalankan rutinitas pagi. Bau tanah dusun pagi hari menyeruak dan terhirup oleh kedua lubang hidungku. 

"Hmm... ademnya pagi ini." kataku dalam hati. "Ah.. andai aku bisa tinggal lebih lama lagi di dusun ini."

Setelah menghabiskan waktu dengan kopi dan makan pagi di sebuah penginapan di Tingal Wetan, salah satu dusun yang berada di desa Wanurejo, kecamatan Borobudur, aku memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi dusun-dusun yang ada di sekitaran. 

Aku berjalan perlahan sambil menikmati pagi yang begitu cerah dan hangatnya sinar matahari yang menyentuh tubuhku. Awan begitu bersih dan terang seakan menyapaku dari kejauhan di atas sana di hari pertamaku di dusun Tingal Wetan.

"Selamat datang di dusun kecil ini. Nikmatilah hari-harimu bersama kami semua di sini." kata awan di atas sana. 

"Ya." bisikku kepadanya sambil kuberikan senyumku sebagai ucapan terima kasihku atas sambutan yang begitu hangat. "Terima kasih atas sambutan hangatmu. Terima kasih telah mengijinkan aku tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan bersamamu."

Aku langkahkan kakiku untuk keluar gerbang penginapan tempatku tinggal. Hamparan padi hijau pun menyambutku. Mataku seketika begitu jernih. Hatiku begitu damai. Senyumku semakin melebar. 

"Hi. Cantik." sapaku "Kamu begitu cantik, hijau dan menyegarkan."

"Selamat pagi bu," tiba-tiba seorang ibu paruh baya menyapaku dengan senyuman hangat.

"Oh. Selamat pagi juga ibu." membalas sapaan ibu itu. "Mau kemana ibu?" tanyaku lebih lanjut. 

"Ke pasar bu." kata beliau.

"Di mana ada pasar di sini bu?" "Jauh kah dari sini?" tanyaku beruntun.

"Ya sekitar 1 kilo saja kok. Eh... gak sampai 1 kilo. Cedak kok mbak."

Dia memanggilku sekarang dengan "mbak". Gak apa-apa juga sih. Menurutku umur dia dan aku tidak jauh. 50-an lah. Sama-sama perempuan paruh baya.

"Kulo saget nunut ibu ke pasar?" tanyaku sambil sedikit memohon dan sedikit berbahasa jawa yang pas-pasan.  

"Nggih saget mbak. Monggoh." ujarnya sambil mengajak aku berjalan beriringan dengannya.

"Maturnuwun nggih bu." ucapku berterima kasih.

Dalam perjalanan menuju ke pasar yang ternyata lumayan jauh juga ya buat orang Jakarta macam aku yang biasa ke mana-mana naik Gojek. Aku menikmati pemandangan yang ada disekitar sambil ngobrol ngalor-ngidul seputar asal ku di Jakarta, dan mengapa aku datang hanya seorang diri ke Tingal Wetan.

"Ngomong-ngomong, Nyuwun pangapunten, kita sepertinya belum berkenalan nama." tiba-tiba aku teringat bahwa tidak satupun dari kita menanyakan nama.

"Oh... haha.. lali yo mbak. Jeneng kulo bu Margo." dia memperkenalkan namanya sambil tersenyum manis dengan lesung pipit menghiasi wajahnya dan memperlihatkan deretan gigi yang putih. "Asmonipun panjenengan sinten?" kemudian dia bertanya kepadaku.

"Asmo kulo Iren. Irene." kataku. "Bener ora yo iki?" kataku dalam hati karena aku sama sekali minim kosa kata Jawa. 

"Lho.. panjenengan saget cara Jawa."bu Margo mengomentari logat Jawaku."

"Nggih.. saget bu. Tapi sedikit-sedikit seperti ini. Kulo campur-campur pakai bahasa Indonesia," kataku sambil meringis. "isin aku." 

"Oh nggih mboten menopo-menopo mbak," kata bu Margo memaklumi bahasa Jawaku yang mungkin acak-adul di telinganya. 

Kami berdua menikmati perjalanan pagi ke pasar bersama sambil melanjutkan obrolan yang terpotong oleh perkenalan nama masing-masing.

Lumayan jalan-jalan pagi. Sehat. Momen begini seperti ini yang tidak bisa kita dapatkan di kota Jakarta. Sekalinya ada juga daerah depok atau Bogor yang sudah terkontaminasi hawa kota. Jalanan menuju ke pasar memang jalan desa dan disepanjang jalan di hiasi hamparan sawah dan pemandangan Bukit Menoreh yang begitu indah. 

Dulu sewaktu saya kecil, ya sekitar SD sampai SMP, bapak saya selalu membeli serial cerita bersambung Api di Bukit Menoreh. Dan hari pertamaku di Tingal Wetan, aku berkenalan dengan Bukit Menoreh itu sendiri. 

"Ah pak. Aku akhirnya melihat Bukit Menoreh ini. Aku melihatnya pak. Ternyata Bukit Menoreh ini ada ya pak," bisikku kepada diri sendiri.

"Mbak sepertinya takjub sekali dengan Bukit Menoreh itu." bu Margo mengusik diamku yang sedang menikmati pemandangan Bukit Menoreh dalam perjalanan ke pasar. 

"Ya bu. Untuk pertama kalinya saya melihat Bukit Menoreh. Dulu saya taunya ini hanya nama khayalan pengarang saja. Tidak pernah tau kalau ternyata Bukit Menoreh ini benar ada fisiknya." kataku sambil menahan malu. "Gile udah 50 tahun kemane aje lu." kataku dalam hati. 

"Oalaa mbak. Ya ada beneran kok Bukit Menoreh itu."kata bu Margo sambil tertawa kecil. 

"Lha wong kulo khan lahir, besar, sekolah, kerja yaaa di kota Jakarta. Jarang banget jalan-jalan sampai ke desa atau dusun seperti Tingal Wetan. Nuwunsewu, kulo kalau ke Yogyakarta ya hanya sampai kotanya bu." kataku sambil nyengir. 

Aku berpisah dari bu Margo sesampainya di pasar.  Kemudian aku melanjutkan plesiran ke dalam pasar tradisional Borobudur. Pasarnya benar-benar tradisional. Lantainya masih tanah. Tidak seperti di Jakarta yang relatif sudah bersih. Lantainya sudah berkeramik semua. Lalu aku membeli beberapa jajanan pasar untuk aku makan sambil jalan pulang. 

Terik matahari mulai menyengat dan keringat mulai bercucuran dikeningku, tapi tetap aku nikmati. Beberapa VW Safari berseliweran di depanku. Aku melihat beberapa turis, lokal maupun asing, berplesiran dengan VW Safari. Penasaran juga.  

Begitu memasuki jalan dusun Tingal Wetan, tiba-tiba mataku menangkap di kejauhan Stupa candi Borobudur. Senyum menghiasi wajahku, dan seketika aku memotret dengan gadget android-ku pemandangan yang, menurutku, cukup spektakuler dan menganggumkan.

Aku sampai tidak sadar bahwa mulutku terbuka lebar sambil tersenyum. "Ya ampuun... kenapa aku baru nyadar ya pemandangan stupa candi Borobudur ini?" kataku dalam hati. "Ah hari pertama yang begitu indah. Aku telah menghadiahkan diriku sendiri kado terindah dalam hidupku.Terima kasih Tuhan untuk hadiahMu di hari istimewaku,"aku berdoa dan bersyukur dalam hati. 

Masih ada tiga hari lagi akan aku habiskan waktuku di dusun Tingal Wetan merayakan hari istimewaku dengan menikmati hidup di dusun. Kututup siangku di hari pertama dengan makan clorot yang kubeli di pasar ditemani es teh manis. Semoga esok aku bisa bertemu bu Margo.

Footnote:

1. adem = sejuk

2. Cedak = dekat

3. Kulo saget nunut = saya boleh ikut

4. Maturnuwun = terima kasih

5. ngalor-ngidul = kesana kemarin

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.