sesaat Setelah Hujan pergi

sesaat Setelah Hujan pergi
Foto oleh Brooke Lewis dari Pexels

Bahkan sungguh aku ingin kita bercakap tentang apa saja tanpa kita rencanakan hendak bicara apa karena aku merasa banyak sekali yang bisa kita percakapkan di sore yang basah ini.

Namun sayang engkau lebih memilih berasikmasyuk dengan gadget terbarumu yang berkilat-kilat saat terkena bias cahaya, mengingatkanku pada kilat pundakmu yang putih saat berkeringat. 

" Sayang, aku tak percaya kenapa orang-orang sekarang begitu gampangnya menjadi kompor : dibakar dan membakar, " tiba-tiba engkau berucap.

Ah, aku tak tahu apakah engkau sedang berkata atau bergumam.

Aku lebih tidak tahu lagi ucapanmu engkau tujukan pada siapa karena saat engkau berucap, pandanganmu tetap ke gadgetmu dengan jempol tanganmu terus menerus bergerak di atasnya, sampai-sampai rokok mild di jari tanganmu sudah memucuk abunya dan hampir jatuh di rok hitam berbahan kain sifon yang lembut, lentur dan halus permukaannya.

Kuputuskan aku tak menjawab ataupun  menanggapinya karena aku sungguh yakin engkau tak membutuhkannya.

Aku memilih larut dalam rasa kopi Gayo yang pekat dan pahit yang jika diteguk pekatnya akan tinggal lama di ujung tenggorokan dan bahkan akan selalu bisa terulang dalam ingatan meski sudah lampau meminumnya.

Mataku menyapu pandangan ke jalan raya yang lalu lalang bermacam kendaraan di atasnya. Semuanya sibuk, tak acuh, dingin dan bosan dirambang basah hujan.

sesaat Setelah Hujan pergi,

aku kesepian tapi tak terluka.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.