NGERI NGERI SEDAP : KEJUJURAN SINEMATOGRAFI DI DALAMNYA

Sebuah contoh bagaimana sinematografi mendukung cerita dan bukannya membunuh cerita itu sendiri

NGERI NGERI SEDAP : KEJUJURAN SINEMATOGRAFI DI DALAMNYA

Lucu lho, beberapa hari lalu sehabis nonton Ngeri Ngeri Sedap, pulangnya saya nonton sebuah film action besutan studio besar Hollywood di OTT. Baru nonton bentar, saya stop dan tinggal tidur. Kalo 'kenapa?' muncul di benakmu, mari saya jelaskan sejenak di kedai lapo dulu.

Sejak jaman Transformer ke sekian, saya menemukan banyak film mengedepankan efek dan kecanggihan gerak kamera ketimbang esensinya untuk apa. Atau banyaknya kegagalamn mengawinkan efek dan gerak keren-kerenan ini dengan esensi/pesan ceritanya sendiri. Hasilnya, film menjadi tidak 'jujur', terjebak pada usaha keren-kerenan ketimbang mengembangkan esensi & pesan film itu sendiri. 

Di film ini, saya melihat kejujuran, dimana seluruh elemen teknis film berkembang/berakar dari pesan dan esensi ceritanya sendiri. Salah satu poinnya ada pada Departemen Sinematografi (DoP Ucok Padri Nadeak), lihat saja framing, komposisi dan pergerakan kameranya.

Contoh, pada tokoh ayah dan ibu saat di awal cerita, sering diambil dengan type of shot Close Up (bukan MCU). Shot-shot seperti ini sangat terasa terlalu personal atau ada punya suatu hal yang disembunyikan. Dan memang nantinya kita paham bahwa ini sebenarnya adalah persoalan personal ayah-ibu (*suami-istri) ketimbang masalah ayah-anak.

Level kamera juga sering tampak sejajar dengan pemain (eye level), hampir semuanya dilihat sebagaimana mata manusia memandang sekelilingnya. Ini menggambarkan bahwa problem dalam film ini adalah problem sehari hari alias membumi, hasilnya? Penonton dihantar untuk ikut merasakan sebagai bagian keluarga itu.

Komposisi juga demikian, lihat saja adegan tiga anak laki laki yang tangannya tapping berbarengan di depan anak perempuan. Duduk mereka berhadapan, 3 lawan 1. Meski punya kesamaan gestur yaitu tapping tangan saat berpikir, tapi si anak perempuan adalah tokoh yang mengambil jalur berbeda dari saudara laki-lakinya. Simbolik kuat yang nantinya terjelaskan saat konflik di klimaks adegan, peran si anak perempuan nampak jelas sesuai apa yang ada di komposisi ini. Saya pribadi suka film yang bersimbolik, cerdas!

Pergerakan kamera yang benar-benar minim membuatnya sederhana tapi efektif. DoP bersama Director telah meminimalisir usaha 'keren-kerenan' yang sering menjebak film Indonesia. Saking jarangnya, saat ada pergerakan kamera di puncak klimaks (long take) & saat kamera berjalan pelan menuju ayah yang duduk sendiri di rumahnya, pergerakan ini terasa 'mahal' dan pas banget, seolah momennya memang mau dipecahkan disini.

Penutup :

Bahkan kalo boleh berasumsi kenapa kebanyakan shotnya tidak ada pergerakan sama sekali, bisa jadi itu adalah penggambaran esensi cerita ini yang digambarkan oleh dua makna dari kata 'TINGGAL/DIAM' :

1. Tidak adanya pergerakan kamera seolah menggambarkan perasaan sang ibu yang ingin anak anaknya 'TINGGAL/DIAM BERSAMANYA' lebih lama. Tinggal disini diartikan secara fisik.

2. Sementara bagi sang ayah, tidak adanya pergerakan kamera seolah menyimbolkan keinginannya agar anak anaknya 'TINGGAL/DIAM PADA PILIHAN HIDUP YANG DIBERIKANNYA dan TETAP PADA ADAT KETIMBANG BERKEMBANG'. Tinggal disini diartikan dalam konteks sosial, ideologi, adat dan prinsip hidup.

Keren yah sinematografinya. So mumpung weekend, nonton NGERI NGERI SEDAP yah. Ga akan nyesel, nambah iya dan JANGAN TUNGGU di OTT.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.