Semasa, Cerita Sederhana yang Bikin Hangat Rasa

Semasa, Cerita Sederhana yang Bikin Hangat Rasa
  • Judul Buku: semasa
  • Penulis: Teddy W. Kusuma & Maesy Ang
  • Penerbit: OAK, Yogyakarta (buku lama - sudah tidak terbit lagi), diterbitkan ulang oleh Post Press dengan cover baru

Sepasang sepupu, Coro dan Sachi, tidak pernah tahu bahwa mereka akan dihadapkan pada hari di mana Rumah Pandanwangi, rumah masa kecil mereka, harus dilepaskan. Di sana mereka tumbuh besar, dan di sanalah kedua orang tua mereka pernah menganggap kehidupan akan tertambat selamanya.

Tapi dalam hidup mereka, sama seperti hidup orang-orang lain, pada akhirnya kata 'selamanya' bukan sebuah pilihan. 

Mereka harus melangkah.

Ini cerita tentang dua keluarga, tentang hubungan persaudaraan antar sepupu, keakraban paman bibi dan keponakannya. Tentang kasih sayang, kesedihan, cara melupakan dan keikhlasan. 

Ceritanya dikisahkan oleh Coro.

Cover Semasa

Dua minggu sebelum Rumah Pandanwangi -rumah kenangan masa kecil- itu berpindah tangan ke pemilik barunya, keluarga Sachi dan Coro sepakat untuk mengunjungi Rumah Pandanwangi bersama-sama. Bapaknya Coro bersama Bibi Sari (Ibunya Sachi) dan Paman Giofridis (Bapaknya Sachi) di dalam satu mobil, lalu Sachi dan Coro di mobil yang terpisah. Banyak percakapan dan perdebatan yang terjadi antara Sachi dan Coro selama mereka dalam perjalanan ke Rumah Pandanwangi.

Sachi dan Coro, pergi berdua lagi setelah enam tahun berpisah. Waktu mereka kecil, mereka sering bermain berdua. Bapaknya Coro adalah kakak dari Ibunya Sachi. Saat dewasa, Sachi kuliah di Belanda, akan meraih doktoral dan bekerja di sana. Sementara, Coro masih bekerja tak menentu (kebanyakan berhubungan dengan urusan menjadi penulis artikel di LSM) dan sempat menulis novel yang "terkenal" karena keburukan tulisannya. 

*Di bagian mereka pergi berdua ini, pas baca ngingetin sama scene film Tiga Hari untuk Selamanya. Kebayang scenenya itu terus :D*

Dan dalam perjalanan itu, ternyata ga mudah ngobrol lagi setelah lama ga kontak. Perbedaan kondisi keduanya juga membuat perbedaan cara berpikir.

*Saya senang baca bagian mereka di perjalanan ini. Jadi ikut lebih mengenal bagaimana cara Sachi dan Coro memandang dirinya, hidupnya dan keluarganya dari obrolan-obrolan mereka itu.*

Ternyata juga, urusan Rumah Pandanwangi itu tidak mudah. Perbedaan kebutuhan antara Bapak dan Bibi Sari, pembeli yang kemudian punya masalahnya sendiri, cara Sachi dan Coro menyikapi kondisinya. Masing-masing memiliki sudut pandang sendiri yang pada akhirnya tentu saja ada yang harus kompromi dan menyadari kenyataan yang ada.

Asik untuk dinikmati. Menariknya, ini kayak baca cerita keluarga sekitar, yang punya masalah, punya sesuatu untuk diselesaikan. Suka sekali dengan cara Mas Teddy dan Mbak Maesy membuat ceritanya. Tidak ada emosi yang menggebu-gebu, kasih sayang menjadi kuncinya, dan ceritanya tidak dibuat-buat.

Gambaran tingkah laku masing-masing tokohnya juga bikin baper. Gambaran tingkah laku Bapak, itu paling menarik perhatian. Sederhana yang tidak sederhana.

Satu yang kepikiran setelah membaca ini adalah papa :D ... Apakah dia sempat juga merasakan apa yang mungkin dirasakan Bapak di buku ini setelah kami semua pergi satu persatu untuk mimpi-mimpi kami, ya? Ga pernah nanya sih, karena aneh rasanya menanyakan ini. Semoga papa bahagia dan tidak merasa sendiri lagi di sana. 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.