Romantisme Pertamaku

Berjalan di tengah gerimis bersamamu, orang yang sangat berarti bagiku

Romantisme Pertamaku

 

Romantisme Pertamaku

Masih menunggu, pekerjaan yang sangat membosankan, sudah hampir tiga jam menunggu dari tadi. “Ibu Rasya…silahkan masuk!” terdengar suara perawat  dengan seragam biru muda menggunakan topi perawat sampil memegang papan jalan dengan beberapa lembaran-sepertinya daftar nama pasien yang sudah mendaftar pada sore tadi-memanggil Ibu yang dari tadi udah menunggu duduk disampingku.  Suaranya tegas namun ramah ditambah senyum kecil lalu menjemput Ibu untuk memasuki ruang dokter.  Aku hanya menunggu di luar saja seperti biasa karena anak kecil tidak diperkenankan masuk ke ruang dokter. Sambil memperhatikan sekelilingku, rumah sakit ini cukup besar dengan gedung masih diadopsi dari bangunan Belanda jaman dulu, berjendela besar dan tinggi terbuat dari kayu, catnya kuning muda sehingga terlihat terang, tanaman yang terawat, lantai yang bersih dan jejeran bangku tunggu yang teratur di salah satu sisi bagian ruang tunggu.  “Tes..tes…Tes” terdengar tetesan air dari atas atap ruang tunggu.  “Emh hujan deh kataku dalam hati, berharap jangan deras ya Allah, soalnya aku hanya berdua sama Ibu ke rumah sakit ini, gimana mau pulang ya kalau hujannya deras, gumamku. Aku duduk termangu makin gelisah menunggu Ibu yang masih di ruang periksa dokter karena hujan mulai turun.

“Baik suster, nanti obatnya ditebus di apotik, terima kasih.” Terdengar suara ibu sambil keluar pintu ruang dokter dengan perawat disampingnya.  Ibu tersenyum untuk berpamitan dengan perawat itu yang dibalas senyuman oleh sang perawat yang masih cukup muda kira-kira berusia tiga puluh lima tahun. Ibu memang sosok yang ramah kepada semua orang jadi tidak aneh kepada perawat pun dia akan bersikap seperti biasa-penuh keramahan-.

“Bu, hujannya turun, tapi belum deras masih rerintik ..!” kataku kepada Ibu yang masih merapikan tasnya untuk menyimpan hasil pemeriksaan.  “Wah hujan ya, untung Ibu bawa payung, Ya udah Riana pegang payungnya ya”.  Kami pun berjalan meninggalkan ruang tunggu menapaki lorong panjang menuju ke lobby rumah sakit. Lorongnya cukup panjang, kalau sendirian malam-malam pasti seram juga, hebat ya dokter dan perawat yang sepertinya nggak punya rasa takut, kataku dalam hati.  Setelah keluar lobby rumah sakit kami harus berjalan sekitar lima puluh meter karena jalan di depan rumah sakit tidak memperbolehkan becak lewat, sehingga kami harus menuju lokasi aman untuk menunggu becak.  Sambil membuka payung hitam besar, ibu lalu mengajakku “Yuk Riana sini dekat Ibu, mepet ke ibu ya takut kamu basah” Ibu mendekatkan tubuhnya ke aku seraya memegang payung dan kami pun berjalan ditemani hujan gerimis kecil.  Suasana sudah gelap karena magrib sudah berkumandang, berjalan bersama ibu di tengah gerimis satu payung berdua, aku rasa sangat indah dan romantis. Ini adalah romantis pertama yang aku rasakan. “Ibu, aku sayang Ibu”, rasa ini akan tersimpan selamanya, berjalan berdua di tengah gerimis bersama Ibu tersayang.

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.