RASA SESUDAHNYA: "BUBUR AYAM PAK ONCOM!"

"Bahkan Presiden pun pernah makan disini..."

RASA SESUDAHNYA:
Bubur Ayam Ajaib

           

Meja kayu panjang bertaplak warna merah marun dihiasi hiasan tunik motif kembang, sebuah tangan menghidangkan semangkok bubur ayam hangat. Silih berganti suara jepretan kamera disertai kilatan flash light-nya berusaha mengabadikan momen saat Bapak Presiden menerima semangkuk bubur tersebut. “Silahkan Pak Presiden,” terdengar suara parau milik seorang lelaki berusia 50 tahunan, tangannya bergetar saat menyajikan semangkok bubur ayam kepada orang nomer satu di Indonesia tersebut. Presiden mengucapkan terima kasih lalu mulai menyantap bubur tersebut, tanpa diaduk.

 

Jakarta, Juli 2022. Pada mulanya..

Sejak nge-kost di Jakarta, bubur ayam jadi menu andalan sarapan pagi yang harganya masih ramah di kantong. Dibandingkan dengan nasi uduk atau lontong sayur, bubur ayam lebih pas buat perut gua yang kalo kena nasi langsung ngantuk. Emang sih bubur ayam adalah nasib lain dari nasi, tapi dia versi Lucinta Lunanya, lebih lembek, lebih kenyal, gemesinnn.

Jadi kalo boleh disimpulkan, nasi uduk itu sarapan versi berat, kalo lontong sayur itu sarapan versi ringan, kenapa gua bilang ringan? Tau sendirikan lontong sayur yang biasanya lewat depan rumah, isi lontongnya secuil, tapi kuahnya kayak Danau Toba. Nah, kalo bubur ayam, dia adalah versi tengah, berat kaga, ringan juga kaga. Untung makanan, kalo itu dosa, bingung dah tuh malaikat pas mau nimbang.

Ketiga menu di atas adalah menu andalan orang Jakarta buat sarapan pagi. Ga semua sih, ada juga yang sarapan paginya omelet, oatmeal, waffle atau sandwich. Ohya perhatiin deh, biasanya yang sarapannya kayak gini, kebanyakan tinggalnya di apartemen atau perumahan yang namanya keren-keren, sebut saja Apartemen Belmont Residence atau Perumahan Alam Sutra misalnya. Agak ganjil aja kalo sarapannya omelet, oatmeal, waffle atau sandwich tapi nama tempat tinggalnya ga keren.

Hal ini pernah gua liat di sebuah video milik seorang Content Creator. Sore itu di kawasan Sudirman (SCBD), dia sedang membuat konten keseharian para remaja yang nongkrong disitu. Tampak ia bertanya kepada salah satu remaja yang asik duduk di bangku bersama teman-temannya, namanya Roy. Dan setelah beberapa pertanyaan pembuka, sampailah mereka ke pertanyaan soal menu sarapan.

 

“Roy, biasanya nih buat memulai aktifitas, elu sarapan apa?” tanya si Content Creator.

Omelet donksss dan minumnya.. Orange Jusss!” jawab Roy mantap.

“Wuidihhh, horang kayah! Pasti rumah lu gede nih.”

“Biasa aja.”

“Ok, kalo rumah? Rumah dimana Roy?”

“Perumahan Boker Empat,”

 

Si Content Creator terdiam sejenak, mengernyitkan dahinya sembari mengetukkan telunjuk tangan kanannya ke bibirnya dengan mata menatap ke atas seolah mencoba mengkombinasikan dua kelompok yang saling bertikai di pikirannya : OmeletOrange Juice feat Perumahan Boker Empat.

 

“Hmm.. Boker Empat? Itu deretan rumah yang gangnya sempit dan cuma bisa dilewatin satu motorkan?  Itupun kalo pas-pasan sama motor lain, harus ada yang ngalah dan masuk ke ruang tamu rumah penduduk deket situ, iya kan?” tanya si Content Creator.

“Wah, kok tau bang? Tinggal daerah sana juga?” tanya Roy balik.

“Pertanyaannya bukan soal itu, tapi emang lu yakin sarapan lu Omelet? Telor ceplok mata sapi kali? Dan Orange Juice yang lu maksud, palingan minuman sachet rasa jeruk, iya kan?”

“Lha, gua yang sarapan, ngapa situ yang ngga percaya sih?”

“Yah enggaklah, masak sarapan lu keren tapi nama tempat lu tinggal kayak gitu, lucu aja sih.”

 

            Ga usah gua lanjutin lagi pembicaraan di atas karena konten itu jadi viral, viralnya gara-gara abis itu kamera dia merekam dirinya dikejar, ditangkep, digebukin rame-rame ama Roy dan teman-temannya. Begitulah manusia, selalu gampang membuat judgment terhadap sesamanya, termasuk kita saat ngeliat kumpulan anak-anak Citayem di Sudirman belakangan ini. Lhaaa, napa malah nyambung kesini sih?

            Balik ke soal sarapan tadi, dulu waktu gua masih kecil, di Madiun tepatnya, Pecel adalah menu andalan sarapan yang tak bisa dilewati. Tapi sejak tinggal di Jakarta, ada disrupsi masalah selera khususnya soal menu sarapan. Dan dari berbagai menu sarapan yang gua cobain, bubur ayam emang paling de-best dah. Nah, berhubung udah sepuluh tahun tinggal di Jakarta, gua jadi makin selektif nih soal bubur ayam. Saking selektifnya, ada tiga aturan pribadi gua dalam memilih bubur ayam buat dijadiin baik bubur ayam langganan atau favorit.

       Rule number one gua adalah… yah buburnyalah! Artinya apa? Kalo buburnya sendiri berasa terlalu encer, hambar banget atau malahan kekentelan sampai susah dikunyah kayak mochi, biasanya gua kasi kesempatan sampai tiga kali, kalo masih ga berubah, bye!.

Number two, kuah kaldunya! Begitu ga terasa gurih dan ga bisa nyesep alias nyatu ke dalam buburnya, bisa dipastiin ada something wrong in here. And number three, suwiran ayam, pelengkap dan topping tambahannya, entah itu keempukan dagingnya, cakwe, taburan kacang kedelai, irisan seledri, sate-sateannya serta lainnya. Semua ini bila saat dipadukan hasilnya harmonis, bisa dipastikan bubur ayam ini rasanya pasti enak.

            Kejelian memilih bubur ayam ini akhirnya membuahkan hasil, gua ketemu bubur ayam yang rasanya uda sedap, harganya ga bikin ‘engap’, Bubur Ayam Pak Oncom!  Secara basic sebenernya mirip bubur ayam sukabumi yang ciri khasnya adalah topping cakwe beserta taburan kacang kedelai gorengnya. Tapi yang bikin spesial adalah kekentalan buburnya yang pas bahkan saat masih polosan pun, rasa buburnya sudah menyesap dengan kaldu yang ada di dalamnya. Belum lagi gurih cakwe, asin kuah kaldu dan sate-sateannya yang berbumbu, tseeedapphh!. Dan nyatanya memang Bubur Ayam Pak Oncom ini laris manis, baru mangkal jam enam pagi, jam delapan biasanya uda abis, dua jam bro!. Ga salahkan kalo akhirnya gua menetapkan diri jadi pelanggan tetap bubur ayam ini, sampai-sampai Pak Oncom hapal banget pesenan gua:

 

“Kuah kaldu banyakin, suwir ayamnya jangan kecil-kecil, cakwe tambahin and no sambel pliss.

 

Awalnya semua berjalan seperti biasanya, hampir tiap pagi gua selalu nyempetin makan disitu. Sampai suatu hari, Bubur Ayam Pak Oncom mendadak viral. Katanya selain soal rasa, yang bikin bubur ini menarik adalah ‘rasa sesudahnya’ yang muncul setelah kita menyantap bubur tersebut. “Maksudnya apa tuh Bang? Kayak judul lagu? Pak Oncom ngamen sambil dagang bubur?”. Sabarrrr, ini gua mau jelasin.

Gini lho, masih inget ga perdebatan sepanjang masa soal bubur ayam yang ga ada abisnya? Itu lho, soal dua kubu antara team bubur diaduk dan ngga diaduk, padahal buat gua hal itu ga penting, yang penting buburnya enak dimakan dan kita ngga ngutang, titik! Nah, bubur Pak Oncom ini viral gara-gara dibilang punya keajaiban yang unik. Keajaibannya adalah: Cara lu makan tuh bubur, menentukan perasaan lu sepanjang hari itu, bingungkan?

 Jadi gini, dimulai dari testimoni pelanggan barunya yaitu seorang Stand Up Comedian yang lagi turun pamor. Susah banget dia nyari atau bikin materi dengan punchline yang kuat dan sebagaimana kita ketahui, materi-materinya baru bisa menjadi kuat kalau itu lahir dari keresahan yang kuat pula. Masalahnya dia sulit menemukan hal tersebut, kesuksesan sebelumnya telah membuai dirinya sehingga keresahan jadi barang langka baginya.

Di suatu pagi yang tanpa arah, dia memutuskan untuk makan di Bubur Ayam Pak Oncom yang terlihat ramai. Sembari menyamarkan diri dengan topinya, Stand Up Comedian yang sedang bingung tersebut mulai mengaduk-aduk bubur tersebut agak lama sebelum menyantapnya, lahap!.

Selesai makan dia pulang ke rumahnya, namun entah kenapa, sepanjang jalan perasaannya seperti diaduk-aduk. Alhasil, sepanjang hari itu ia mengalami keresahan hebat yang dituangkannya menjadi materi untuk Stand Up-nya and it’s work! Materinya berhasil bikin penonton terpingkal-pingkal dan rekannya juga mengakui kalo materinya itu cerdas, bahkan video stand up comedy-nya sampai di-share jutaan kali.

Beberapa hari kemudian, dia datang lagi ke Bubur Ayam Pak Oncom. Bisa ditebak, perasaaan yang sama muncul lagi setelah dia menghabiskan bubur yang telah diaduk-aduknya dengan hebat. Diapun kembali melahirkan materi-materi Stand Up Comedy yang fresh, benar-benar berasal dari keresahan yang mendalam. Nah, saat keresahan itu butuh ditenangkan, dia cukup memakan bubur tersebut tanpa diaduk. That’s it!

Dari sini si Stand Up Comedian menyimpulkan bahwa semakin kuat atau semakin lama kita ngaduk buburnya, makin diaduk-aduk perasaan kita sepanjang hari itu, either galau abis, melow, moody atau swing mood secara intens. Dan ‘rasa sesudahnya’ ini bisa muncul mendadak atau tiba-tiba kita mengalami kejadian tertentu terkait perasaan tersebut. Sedangkan kalo kita makannya sama sekali ga diaduk, sepanjang hari perasaan kita bisa tenang, fokus, clear dan malahan terkadang cuek atau ampang gitu aja.

            Ga tau gimana, kesimpulan ini akhirnya bocor ke khalayak umum, Bubur Ayam Pak Oncompun diserbu pembeli. Beragam motif jadi pendorong para pembeli tersebut, ada yang karena ikut-ikutan, ada yang cuma pengen ngonten dan ada yang karena bener-bener pengen ngerasain apa yang dialami oleh si Stand Up Comedian tersebut. Berikut beberapa testimoni yang viral:

 

“Ga diaduk! Soalnya saya baru aja diputus pacar saya, perasaan saya kacau. Padahal kita uda pacaran selama 5 tahun, eh ternyata dia seling..”, tiba-tiba wanita tersebut menangis keras.

 

Para pembeli kaget, termasuk seorang pria yang baru saja menerima semangkok bubur ayam. Spontan ia menyuapkan bubur yang belum diaduk tersebut ke dalam mulut si wanita dan tak butuh waktu lama, wanita itupun jadi tenang. Pembeli lainnya juga turut menenangkannya dan memberikan applause melihat mujarabnya efek bubur ayam tersebut.

Setelah menghabiskan seluruh buburnya, wanita ini bisa duduk ngobrol intens dengan pembeli pria yang tadi menyuapinya, seolah lupa bahwa ia baru saja putus cinta. Dan perlahan, ada cinta baru yang bersemi di warung bubur itu. Wahhh, bisa jadi episode menarik nih buat “That's how i met your mother” versi kearifan lokal. Ok, testimoni berikutnya :

 

“Saya pengen ngerasain nangis lagi, uda terlalu kuat topeng yang saya pakai ini. Keliatannya tegar dan keras tapi sebenernya saya butuh ini,” tunjuk seorang bapak berwajah keras pada semangkuk bubur di hadapannya yang telah diaduknya cukup lama.

 

Benar saja, begitu selesai makan dan hendak pulang, Bapak tersebut mendadak menangis sesenggukan bercampur bahagia. Wajah kerasnya berubah seperti Lucinta Luna tadi, lebih lunak, lebih kenyal, gemesinnn!.

Begitulah beberapa kejadian yang banyak dialami para pembeli Bubur Ayam Pak Oncom meski tak semua mengalaminya. Gua pribadi sejak bubur tersebut viral dan menjadi terlalu ramai, gua rada males makan disana. Tapi tergoda oleh makin banyaknya testimoni, gua pun penasaran untuk mencoba.

 

“Eh Mas, lama ga kesini?” sapa Pak Oncom.

 

Melihat kesibukan beliau menuang kuah kaldu ke mangkok-mangkok bubur di depannya, gua hanya membalas seperlunya, takut mengganggunya.

 

“Biasa yah Pak”, sahut gua.

 

Gua pun duduk di tepi trotoar karena ga kebagian kursi, tak lama istrinya menghidangkan segelas teh hangat lalu kembali melayani pembeli yang masih berdatangan. Begitu disajikan, gua langsung mengaduk bubur tersebut penuh semangat. Hari itu perasaan gua lagi gembira, jadi ga mungkinlah tiba-tiba bisa galau atau melow abis.

            Bubur itu pelan-pelan gua santap dan dari satu suapan ke suapan berikutnya, pasti gua aduk lagi untuk memastikan keampuhan khasiatnya. Tapi emang rasanya yang lembut dibarengi resapan kuah kaldu kuningnya bikin gua sempat lupa tujuan awal kesini, belum lagi suwiran empuk daging ayamnya yang asin gurih, syeedaap! Dan bersamaan gua selesai makan, suasana warung ternyata telah sepi. Rupanya Bubur Ayam Pak Oncom sudah habis dari tadi, beberapa pembeli yang ga kebagian hanya bisa putar balik.

       Gua pun menghampiri kursi yang telah kosong, duduk sambil menenggak teh hangat di tangan, Pak Oncom juga datang dan duduk di depan gua sambil mengeluarkan sebatang rokok. Kami pun mulai ngobrol basa-basi hingga tiba-tiba gua teringat tujuan awal gua kesini.

 

“Ga kayak yang dibilang orang-orang nih Pak,” kata gua.

“Dibilang kayak gimana Mas?” tanya Pak Oncom.

“Iya, katanya kalo buburnya diaduk lama dan kencang, perasaan kita ikut teraduk-aduk. Sebaliknya kalo ga diaduk, perasaan jadi tenang dan fokus,” jawab gua.

 

Pak Oncom tertawa keras, rokok di mulutnya jatuh ke atas meja, buru-buru dipungutnya kembali.

 

“Gitu kok dipercaya toh Mas,” jawab Pak Oncom.

“Tapi banyak yang ngalamin Pak,” jawab gua balik.

“Ya ngga tau sih, mungkin sudah diatur sama yang di Atas, mirip sama yang saya alami,”

 

Gua bingung mendengar penjelasan Pak Oncom, perlahan dia mendekatkan badannya.

 

“Gini Mas, saya sama istri dagang bubur sudah lama dan kita punya anak dua. Yang satu ada dikampung sama neneknya, yang satu lagi ikut kita disini, umurnya baru tiga tahunan waktu itu,”

 

Pak Oncom melambaikan tangan dan meminta ke istrinya segelas teh hangat.

 

“Nah suatu hari, pas sibuk ngurusin dagangan, kita ga liat tuh anak pergi kemana, tau-tau uda ilang aja. Kita cari sana-sini tetep ga ketemu! Waduhhh, ancur perasaan saya ini Mas, beneran, apalagi dia”, tunjuk Pak Oncom ke arah istrinya yang datang membawakan segelas teh hangat.

 

Istrinya menyuguhkan teh hangat dan duduk disamping Pak Oncom.

 

“Dia paling menderita, sampai-sampai ga mau ngomong dan ga mau keluar rumah berbulan-bulan, tapi sayakan ga bisa gitu, saya harus tetep cari nafkah. Cuma tiap jualan bubur saya jadi keinget anak saya itu,” jelas Pak Oncom.

“Iya mas, soalnya tuh anak paling doyan bubur ayam buatan bapaknya,” sahut Bu Oncom.

“Dan kita ga bisa pindah mas, uda 12 tahun bertahan disini sejak anak itu ilang. Kita cuma bisa ngarep siapa tau tuh anak balik ke warung bubur ini. Tapi belakangan saya kemimpian dia terus Mas, sampai-sampai pernah tuh bubur yang baru mateng saya aduk terus-terusan,” cerita Pak Oncom.

“Ngaduknya pake nangis segala lagi, sayakan jadi ikutan nangis. Trus pas saya pegang bahu si Bapak, dia kaget, kayak orang baru sadar gitu Mas!” timpal Bu Oncom.

“Dan ga lama setelah kejadian itu, mendadak nih bubur jadi rame diberitain. Katanya bisa bikin sedihlah, bisa bikin legalah, aneh-aneh deh. Sampai-sampai ada yang bilang ini bubur bisa nyembuhin penyakit impoten! Edan-kan?” kata Pak Oncom.

 

Kami bertiga tertawa bersama, mendadak Bu Oncom terdiam, Pak Oncom segera menggenggam tangan Bu Oncom.

 

“Sebenernya kita uda ikhlas Mas, tapi namanya juga usaha, ga ada salahnyakan? Ini aja tiap hari kita masak bubur sambil doa, semoga tuh anak kecium bau bubur bapaknya dan balik. Kangen kita Mas,” harap Bu Oncom.

“Bangettt, ga bisa ilang perasaaan ini Mas, apalagi pas ngaduk buburnya keinget anak itu terus.” tambah Pak Oncom.

 

Keduanya saling bertatapan, Pak Oncom merangkul istrinya yang mulai menangis terisak. Hati gua pun mendadak melow, sejadi-jadinya. Damn! Gua yang tadinya perkasa, sekarang jadi melata, mata mulai berkaca-kaca. Sambil ngeliatin mereka, gua perlahan paham, mungkin rasa kehilangan Pak Oncom dan istrinya ini ngalir ke makanan yang dibuat mereka.

Gua pernah denger sih, ada orang yang masak untuk membagikan rasa masakannya, ada yang ingin mengenyangkan orang lain dan ada juga yang seperti Pak Oncom, pengen nyalurin perasaan kerinduannya kepada anaknya yang hilang. Apalagi nih makanan punya bonding kuat antara dia dan anaknya, makanya rasa itu ga pernah berhenti karena dia akan terus bergerak ngalirin perasaan sedihnya Pak Oncom yang nyariin anaknya. Dan saat gua makan, rasa itu juga ngalir ke gua. Hehehe, it’s just my stupid theory!

Tapi kebetulan atau bukan, sepulang ngobrol sama Pak Oncom, perasaan gua beneran teraduk-aduk dan sepanjang hari itu gua ngadepin banyak kejadian yang bikin gua tambah melow. Mulai dari kucing piaraan gua yang dua anaknya ilang, lalu tiba-tiba sedih mikirin nyokap yang sendirian di kampung, uda 6 bulan gua kaga ketemu nyokap, ditambah lagi sorenya temen gua datang dan ijin nginep di kost-an gua. Ga Taunya dia lagi kabur dari rumah gara-gara ribut gede ama ortunya, jadilah gua dengerin curhatan masalah keluarga dia yang bikin gua tambah baper.

Tapi tanpa semua itupun, gua akan tetap ngerasa galau dan melow. Hingga di satu titik gua uda ga kuat, gua pun masuk ke WC buat nangis sambil doa ama Tuhan. Dari situ perasaan gua mendadak enteng banget dan tiba-tiba saja, gua ngambil gitar dan bikin lagu yang isinya tentang nyokap gua. Eh temen gua yang kabur tadi tiba-tiba nangis pas denger gua nyanyi, abis itu dia langsung telpon ortunya, minta maaf. Dia ga jadi nginep, anehkan!.

Sejak saat itu, gua ga mau lagi sembarangan ngaduk tuh bubur, malahan kalo lagi banyak masalah di kerjaan, gua sengaja makan Bubur Ayam Pak Oncom tanpa diaduk, biar pikiran gua jadi lebih fresh sepanjang hari. Ya ga tiap saat sih bisa kayak gini, tapi lini yang ebih sering terjadi tiap kali gua mampir ke warung Bubur Ayam Pak Oncom.

Ohya, viralnya warung Bubur Ayam Pak Oncom ini kedengeran sampai kemana-mana lho, termasuk para artis, influencer bahkan pejabat. Mulai dari Rapi Amat, Dedi Korburator, Deni Sunego, Andre Tauladan, Pincen-Destaw, Ayu Ting Tong, Menteri BUMN Erick Tajir, Mba Mata Nawar, Gubernur Jawa Barat Ridwan Cemil dan lain-lainnya. Pak Bolot doank yang kaga, kaga denger kali.

Mereka silih berganti datang dan makan di warung tersebut sambil ngonten. Perkara testimoni, entahlah apakah gimik mereka belaka atau beneran itu yang mereka alami. Yang pasti, makin hari pengunjung warung tersebut makin ramai dan puncaknya, Bapak Presiden sarapan di warung itu!

 

Jakarta, pagi hari  di bulan Agustus 2022.

Meja kayu panjang bertaplak warna merah marun dihiasi hiasan tunik motif kembang, sebuah tangan menghidangkan semangkok bubur ayam hangat. Silih berganti suara jepretan kamera disertai kilatan flash light, berusaha mengabadikan momen Bapak Presiden menerima semangkuk bubur tersebut. “Silahkan Pak Presiden,” terdengar suara parau Pak Oncom, tangannya bergetar saat menyajikan semangkok bubur ayam kepada orang nomer satu di Indonesia tersebut. Pak Presiden mengucapkan terima kasih ke Pak Oncom, wartawan pun mulai menanyakan banyak pertanyaan yang hampir mirip.

 

“Ga diaduk,” jawab Pak Presiden.

 

Tak puas dengan jawaban sesingkat itu, para wartawan bertanya lebih lanjut.

 

“Kenapa Pak? Biar pikiran lebih tenangkah buat ngadepin masalah negara? Ikutan mitos itu yah Pak? Lagi mumet yah Pak? Biar dapet ide-ide fresh yah Pak?” cecar para Wartawan.

“Ya memang senengnya begini,” jawab Pak Presiden santai.

 

Tampak beliau melanjutkan sarapan buburnya tanpa merasa terganggu dengan pertanyaan para Wartawan.

 

“Kalo ibu, senengnya diaduk, makanya dia pinter ngaduk-ngaduk perasaan saya” lanjut Pak Presiden sambil tersenyum ke arah istrinya, istrinya menyenggol tangan Pak Presiden.

 

Para Wartawan pun tertawa melihat keromantisan mereka, Bapak Presiden memuji kelezatan bubur ayam tersebut sambil ngajak para wartawan ngebubur bareng. Dan sejak Bapak Presiden makan disitu, banyak berita yang mengupas lebih detail tentang sosok Pak Oncom dan bubur ayamnya, termasuk soal anaknya yang hilang. Biasalah media, begitu ada berita yang viral pasti dikuliti habis-habisan dan kebetulan yang satu ini malah ngasi dampak positif, anak pak Oncom yang hilang, ketemu!

Ketemunya juga unik, awalnya gara-gara ada yang pesen Bubur Ayam Pak Oncom via aplikasi. Begitu selesai dianter, si pemesan nyamperin temen-temennya sambil cerita soal bubur ayam yang lagi viral itu. Lalu si pemesan membuka bubur ayam yang masih hangat tersebut, aroma bau sedapnya tercium oleh mereka. Salah satu anak yang nongkrong disitu segera mengenali aroma itu dan anak itu adalah Roy, remaja tanggung yang di awal cerita sempat diwawancarai oleh seorang Content Creator.

Yah, si Roy yang bilangnya sarapan Omelet dan Juice Orange tapi tinggalnya di Perumahan Boker Empat, ternyata dia adalah anak Pak Oncom yang hilang 12 tahun lalu. Gimana Roy bisa tahu? Rupanya aroma bubur ayam tersebut men-trigger Roy untuk menonton video tentang warung bubur ayam tersebut dan perlahan, memori masa kecilnya pun muncul. Ditambah lagi saat ia tahu Pak Oncom kehilangan seorang anak yang saat fotonya ditunjukkan di kamera, jelas itu adalah foto Roy semasa ia kecil dulu. Roy pun nangis kejer! Teman-temannya bingung. Tak butuh waktu lama, akhirnya Roy berhasil dipertemukan dengan Pak Oncom dan istrinya, terima kasih netijen +62!

Jadi jangan remehkan kekuatan sebuah makanan, terlebih yang dibuat karena kerinduan dan ketulusan pembuatnya, karena kita ga pernah tahu rasa apa yang terjadi sesudahnya bahkan peristiwa apa yang terjadi juga sesudahnya, yang penting nikmatin saja rasa dan peristiwa di saat ini.

Nah, semenjak Roy kembali ke Pak Oncom dan istrinya, efek dari bubur tersebut sudah tidak dibicarakan seramai dulu lagi, entah efek itu menghilang bersamaan dengan kembalinya Roy atau gimana.  Tapi yang pasti, gua masih ada satu pertanyaan yang selalu mengganjal di benak ini :

 

“Roy makan buburnya diaduk atau ngga yah?”

 

Piss, Love and Bubur!

Sekian, Jakarta, 2022 .

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.