Nero

Cerpen

Nero

Jika ada kompetisi mahluk yang paling menjengkelkan, tentu Nero akan menjadi pemenangnya. Entah mengapa Nero begitu sangat percaya diri menakut nakuti orang lain, begitu menjengkelkan.Hanya dengan memandang Nero saja sudah mampu membuat Nero marah marah gak karuan. 

Nero, anjing peliharaan pak Anturi. Seorang pensiunan polisi berpangkat Kapten. Memiliki rumah dengan pekarangan yang luas dan sangat terawat. Kapten Sianturi, begitu orang orang menyebutnya. Tetapi bagi tetangga seperti kami, kami cukup memanggilnya Oppung Turi. Sekarang Oppung Turi sudah ditinggal mati istrinya. Tadinya pasangan suami istri itu  menua bersama dan sangat disegani. Selain karena kaya, oppung Turi memiliki orang suruhan yang banyak. Kalau ada penduduk yang  kehilangan, atau tiang listrik yang tiba tiba korslet, atau jika ada rumah kebakaran, maka Oppung Turi akan menelpon seseorang dan menangani permasalahan dengan segera. Begitulah Oppung Turi menjadi pahlawan di kampung kami. 

Tidak ada yang mengingat pasti bagaimana Nero menjadi anggota keluarga Kapten Sianturi. Yang orang lain ingat, Nero selalu ada siap siaga di depan pagar dengan peralatan lengkap. Maksudku, ada piring bekas makan, lehernya dikalungi rantai yang panjang. Kadang kadang, Nero dan oppung Anturi akan olah raga bersama di taman, atau berjalan jalan di sekitaran kampung, 
Nero yang sombong akan ikut mengiringi Oppung Turi. Kadang lehernya di ikat rantai, kadang dibiarkan lepas tapa ikatan, Nero akan tetap sombong mengikuti Oppung Turi dari belakang, sesekali akan berjalan di depan.

Sejak meninggalnya Oppung Turi boru, Istrinya Kapten Sianturi menjadi tidak seriang dulu. Hari harinya lebih sering membaca koran di teras rumahnya. Dan tentu saja, ada Nero di sana. Di pekarangan rumah oppung Turi, ada banyak pohon yang sewaktu waktu berbuah ranum. Buahnya sangat manis, karena dihasilkan dari pohon yang terawat. Ada mangga kweni, ada pohon jambu merah yang meskipun buahnya tidak terlalu besar tetapi sangat manis dan renyah. Kalau panen nya melimpah, Oppung Turi akan mempersiapkan beberapa kantong plastik untuk dibagi bagikan kepada tetangga. Demikian juga dengan Alpukat dan mangga. 

3bulan sudah kepergian istrinya, Oppung Turi sering mondar mandir ke rumah sakit. Nah, kalau sedang pergi check kesehatan ke rumah sakit, Nero akan ditinggal di rumah. Kadang kala lehernya tetap menggunakan kalung yang dipasang rantai, kadang kadang dilepas begitu saja dengan pagar yang dikunci. Hal ini cukup menakutkan, sebab Nero yang sombong itu tentu dapat melompati pagar rumah Oppung Turi. 

Hari itu, sepulang sekolah aku melewati rumah Oppung Turi tanpa perasaan curiga. Mungkin karena rasa lapar, aku mempercepat laju sepedaku untuk segera sampai di rumah. Ketika melewati rumah Oppung Turi, mataku menatap pagar Oppung Turi yang terbuka. Halamannya terlihat kurang rapi belakangan ini. Sejenak mataku menatap ke pohon jambu yang ranum dan siap dipanen. Bahkan beberapa sudah membusuk di pohonnya karena terlambat di petik. Hatiku bertanya tanya. Ada apa gerangan mengapa rumah Oppung Turi terlihat sepi. Ku perlambat laju sepedaku, perlahan berhenti mengamati sebentar. Tiba tiba Nero mengeram dan dengan congkaknya menunjukkan giginya yang semuanya terlihat seperti taring. “AAAAAARRRGGGGHHHH….!!!!”teriak Nero dari rimbunan bunga bunga di teras Oppung Turi. Dengan sigap kulaju sepedaku. Nero dengan kurang ajar mengejarku sambil menunjukkan giginya yang mungkin tidak pernah gosok  itu. Tunggang langgang , sepedaku laju berkelok kelok menghindari Nero yang semakin mendekat dan membuatku kehilangan keseimbangan. Alhasil aku masuk got. 3 jahitan di tanganku dan kepala benjol semakin membuatku membenci Nero. 

Malamnya, Oppung Turi datang membesuk ku. Membawa roti kelapa hangat yang harum dan sekantong jambu. Nero tidak ikut. Kata Oppung Turi, Nero dihukum. 
Oppung Turi mengatakan bahwa kondisi kesehatannya tidak begitu baik belakangan ini. Itulah sebabnya beliau sering mondar mandir ke rumah sakit atau praktek dokter. Hari ini karena buru buru ke rumah sakit, oppung  Turi lupa mengunci pagar atau mengikat Nero. Oppung Turi mengatakan bahwa sebaiknya tidak perlu khawatir karena Nero anjing baik dan selalu di suntik. 
Lalu Oppung Turi mengisahkan kisah kisah heroic si Nero. Bagaimana gagahnya Nero menghalangi ular masuk ke rumah. Atau menggagalkan pencuri yang hendak masuk paksa ke dalam rumah Oppung Turi, dan bagimana setianya Nero menemani Oppung Turi. Dan banyak hal manisa yang tidak ingin kuingat tentang kebaikan Nero. Atas nama Nero, oppung Turi meminta maaf, dan memberikan amplop kepada Mama katanya sebagai pengganti beli obat. 

Tiga hari berikutnya, aku sudah masuk sekolah. Meskipun masih jengkel saya tidak lagi marah kepada Nero. Hanya saja Ketika melewati rumah Oppung Turi, saya tidak lagi memandang rumah atau pekarangannya. Saya tidak ingin Nero berprasangka salah kepada saya. Tetapi sepulang sekolah, oppung Turi seperti sudah sengaja menungguku lewat dari depan rumahnya. Oppung Turi menyuruhku memberhentikan sepedaku. Setelah insiden itu, inilah pertama sekali saya dan Nero bertatap muka. Nero mendengus sombong dibalas hardikan Oppung Turi yang keras membuat Nero berhenti mendengus dengus sombong.  Saya juga memalingkan muka tidak ingin melihat muka si Nero yang menyebalkan itu. 

“Nero anjing baik… sebenarnya ini hanya salah paham saja” kata Oppung Turi menjelaskan. “Nero menyesal sudah membuat Lala kecelakaan. Iya kan Nero?” tanya Oppung Turi ke Nero dengan suara keras yang dibalas Nero dengan ngedumel pelan sambil mengibas ibas ekornya. 
“Tidak apa2 Oppung… saya sudah memaafkan Nero”, jawabku menyudahi pembicaraan sambil memberi tanda sopan untuk melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. 

“Bye Lala..” teriak Oppung Turi dari kejauhan melepasku masuk persimpangan jalan  menuju rumahku. Dam kubalas dengan membunyikan lonceng sepedaku. 

Sejak itu pula, lonceng sepedaku selalu kubunyikan jika melewati rumah Oppung Turi. Biasanya akan dibalas teriakan oppung Turi dari teras “ Hai Lala```”. Nero tidak lagi menyalak padaku jika aku melewati rumah Oppung Turi. Meskipun Nero masih saja sombong tidak memperdulikanku. Selain aku, siapapun yang melewati rumah oppung Turi, akan di teriaki oleh Nero dengan menyalak keras. Sombong sekali! 

Hari hari berlalu berjalan baik dan normal. Aku disibukkan dengan tugas tugas sekolah dan berbagai urusan sekolah dan kegiatan pertemananku. Setiap kali melewati rumah Oppung Turi, menjadi kewajiban buatku membunyikan lonceng sepedaku. Kriiing…. Kring….  Dibalas sahutan oppung Turi atau tidak saya tetap membunyikan lonceng sepedaku. 

Beberapa hari ini, rumah Oppung Turi semakin terlihat tidak terurus. Daun daun kering banyak berhamburan di halaman rumahnya. Semakin lama, semakin jarang terlihat rapi dan bersih seperti ketika oppung Turi masih sehat. Rupanya Oppung Turi sudah 2 minggu di rawat inap/opname di rumah sakit. Pak Karto dan istrinya, pembantu yang sudah seperti keluarga bagi Oppung Turi yang sibuk mengurus segala keperluan Oppung Turi. Anak anak  Oppung Turi sesakali datang. Ditandai dengan parkirnya mobil mewah dihalaman rumahnya. Tidak lama, mereka Kembali ke kotanya masing masing. Jarang sekali warga setempat mememiliki cerita tentang  anak anak Oppung Turi. Warga hanya tau bahwa Oppung Turi memiliki 2 orang anak . Pertama anak laki laki, seorang dokter ternama di Jakarta, sudh menikah dan memiliki istri berkebangsaan Ukraina. Mereka memiliki rumah sakit di Singapura  Anak kedua seorang diplomat yang berdinas di luar negeri. Hanya itu saja informasi yang diketahui warga. Selengkapnya mungkin pak Karto dan istrinya yang lebih mengetahuinya. 
Nero sesekali menatapku jika aku melewati rumah Oppung Turi. Terlihat jelas, Nero sangat bersedih dengan keadaan Oppung Turi. Nero sudah kehilangan banyak kegembiraan. Aku tetap membunyikan lonceng sepedaku. Ditambah sapaan, Hai Nero, apa kabarmu…

Beberapa bulan kemudian, terlihat beberapa warga kasak kusuk di sekitar rumah Oppung Turi. Terdengar kabar bahwa Oppung Turi sudah meninggal di singapura, dan jenazahnya diterbangkan sudah tiba di bandara setempat dan sedang dalam perjalanan menuju pemakaman umum di dekat gereja. Sesuai pesan terakhirnya, Oppung Turi meminta dimakamkan disamping istrinya tercinta. Tidak ada pesan untuk Nero. Jika pun ada, tentu anaknya akan mengabaikannya karena Nero tidak dianggap siapa siapa. Nero diurus seadanya oleh pak Karyo dan istrinya. 

Semenjak kepergian Oppung Turi, keadaan Nero tak kalah mirisnya. Sering kudapati dia tidak lagi segalak dulu. Masih tetap sombong, tetapi tidak lagi segarang dulu. Wajahnya sering bersedih. Beberapa kali kusempatkan sekedar membelai dan menghibur Nero. Kadang kadang kuberikan makanan, seperti makanan yang sering kuperhatikan diberikan oleh Oppung Turi semasa hidupnya. 
Semakin hari, kondisi Nero semakin jelas terlihat tidak sehat`. Bulunya rontok banyak sampai memprlihatkan kulitnya yang berbintik bintik merah seperti jerawat. Kadang kadang Nero menungguku di depan pagar rumah Oppung Turi. Awalnya malu malu. Tetapi semakin sering dan menjadi kebiasaan. Apa saja seingatku yang kerap dimakan oleh Nero menjadi oleh olehku jika bertemu dengan Nero. 

Siang itu sepulang sekolah, dari jauh aku sudah memperhatikan Nero menungguku. Semakin dekat, aku melihat keadaan Nero semakin memburuk. Perutnya kempes sampai memperlihatkan ruas ruas tulang rusuknya. Bulunya juga semakin jarang. Dan, kadang kadang Nero batuk. Seperti sesak napas. Setiap kali batuk, itu terdengar sangat menyiksa nya. Setiap kali batuk, seperti nyawanya ikut terlempar keluar dan kembali lagi dengan lambat. Kasihan sekali…..

Perikeanjingan juga lah yang membuatku memiliki inisiatif membawa Nero ke area pemakaman tempat Oppung Turi dikebumikan. Kugendong Nero dengan menggunakan kain Panjang yang kulilit di bahuku. Seperti seorang ibu menggendong anaknya. Kukayuh sepedaku menuju area pemakaman umum di belakang gereja itu.
Tidak sulit mengenali makam Oppung Turi. Sebab makamnya di bangun megah, dan photonya dipajang besar dan berbingkai indah. Kuletakkan Nero dari gendonganku. Kubiarkan dia menangisi makam oppung Turi. Nero sangat sedih. Dia menggaruk garuk lantai pusara megah itu berharap bisa mengeluarkan Oppung Turi dari kuburannya. Kubiarkan beberapa saat, lalu Nero kuajak pulang. 

Lunglai Nero sekembalinya dari pusara Oppung Turi. Semakin lama batuknya semakin sering dan Nero semakin lemah. Malam sesudah menjiarahi makam Oppung Turi, di pagi hari Nero dikabarkan hilang dari rumah` Pak Karyo tergopoh gopoh menanyakan ku perihal dimana Nero? 
Insting ku mengatakan, mungkin Nero Kembali ke pemakaman itu tadi malam. Seorang diri. Dan benar saja, Nero ditemukan tidak bernyawa, tertidur di lantai pusara Oppung Turi. Kerinduan yang dalam, yang tidak mampu dipahami oleh orang lain, membuat nero memutuskan Kembali ke makam itu sendirian. Insting lah yang menuntunnya. Nero di makamkan di dekat bagian kaki pusara Oppung Turi.  
Ah, Nero…. Dibalik kesombonganmu, engkau memberiku pelajaran tentang arti setia. 


Rest in Love, Nero.. beristirahatlah jiwamu dalam cinta

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.