Mengepung Distributor Berita Hoax di Lorong Kampung

Menghadang berita hoax tidak seperti menghindari maling dengan memblokir gang, berita hoax masih bisa menerobos hingga ke pikiran

Mengepung Distributor Berita Hoax di Lorong Kampung
Ilustrasi (pexels.com)

Dalam beberapa bulan terakhir Pos Kamling di kampung-kampung mendadak sepi. Tidak ada anak muda bermain karambol di Pos Kamling, entah kemana juga bapak-bapak yang biasanya mengelilingi api yang berasal dari ban bekas yang dibakar.

Padahal,  sebelumnya terdengar begitu riuh hingga dini hari lebih-lebih ketika Kepolisian menginstruksikan warga untuk menjaga kampung secara bergiliran mengantisipasi adanya Pandemi Covid-19.

Kemana warga berpindah tempat nongkrong? Ternyata obrolan dialihkan di grup whatsapp,  sama seperti di pos kamling, disini warga juga bebas ngobrol tentang apa saja, bisa jadi lingkupnya lebih luas dengan peserta yang lebih banyak daripada ketika jaga malam yang kadang tidak lebih dari 10 orang tiap malamnya.

Hadirnya grup whatsapp bagus, warga dengan mudah berkomunikasi satu sama lain, informasi dengan cepat tersebar, apalagi tentang berita duka. Ketika musholla belum mengumumkan kabar duka, di grup whatsapp sudah riuh ucapan duka dan doa, baru disusul oleh pengumuman melalui TOA “Inalillahi…... “Saya sudah tahu!” seorang ibu anggota grup whatsapp memberikan tanggapan ketika berbelanja di tukang sayur keliling.

Budaya ‘getok tular’ di Indonesia  sejak adanya grup whatsapp semakin lestari. Sirkulasi informasi berjalan begitu cepat, baik itu informasi yang menyenangkan  atau bisa juga informasi yang menyesatkan.  

Warga senang ketika beberapa waktu lalu  sempat beredar pesan dalam bentuk video yang menyebutkan Covid-19 tidak berbahaya. Pesan disampaikan dengan sangat meyakinkan, apalagi yang menyampaikan dilabeli master kesehatan masyarakat.

Apa mampu membuat warga percaya? Hal-hal baik tentang Covid-19 memang ditunggu, percaya atau tidak, hal itu membuat warga antusias. Namun di sisi lain, perkembangan Covid-19 ternyata dinamis, muncul kasus baru yang sekaligus memperbaharui ilmu pengetahuan yang akhirnya membantah informasi yang sudah terlanjur beredar.

Di situasi pandemi seperti saat ini sangat rawan penyebaran berita hoax. Informasi sensitif begitu mudah menyebar.  Tidak semua yang membagikan berita hoax adalah murni distributor. Bisa jadi mereka adalah korban, korban dari ketidaktahuan dalam mengidentifikasi berita.

Tidak Utuh

Beberapa waktu lalu Capcapung, sebuah channel youtube yang banyak mengulas kisah sukses di bidang pertanian dan bisnis dibuat repot oleh beredarnya penggalan video yang tidak utuh. Di video yang berisi kisah Mbah Lasiyo yang dikenal sebagai professor pisang tersebut berkata bahwa bahwa untuk sukses harus memelihara tuyul, sontak video tersebut menjadi viral dan mbah Lasiyo banyak menuai hujatan.

Padahal dalam lanjutan di video yang sama, Tuyul adalah sebuah akronim, yakni takwa, usaha, yakin, ulet dan lincah. Setelah beredar luas, pihak Capcapung langsung memberikan klarifikasi. “Dampak sosial dari potongan video ini sangat buruk. Ini bisa dilihat dari komentar pengguna instagram dan media sosial yang lain. Dampak yang paling buruk lagi banyak yang beranggapan mbah Lasiyo bisa sukses karena Tuyul, padahal tidak demikian” seru Capcapung dalam akun instagramnya.

Inilah, begitu berbahayanya pesan yang  didistribusikan secara tidak utuh. Kendati  mungkin si pemotong video awalnya hanya  menganggap sebagai lelucon, namun imbasnya sangat tidak lucu dan terkesan membunuh karakter seseorang. Memang sudah  ada klarifikasi, tapi potongan video yang beredar itu tetap saja menjadi bola liar yang berbahaya, benar?

Di satu sisi, kita bisa memetakan seperti apa kondisi masyarakat Indonesia dalam menerima informasi. Tentu saja menilainya dari sikap yang dihasilkan. Melihat pesan kemudian menyebarkan atau berpikir dua kali sembari  cek ke sana sini perihal kebenaran pesan tersebut.

 

Bekali Tokoh Kampung

Seperti halnya perselisihan yang harus diselesaikan. Berita hoax adalah sebuah permasalahan umum yang terjadi di masyarakat.  Teknologi komunikasi sudah menyentuh semua lini, dengan paket komplit antara manfaat dan masalah yang ditimbulkan.

Pandemi yang membatasi ruang gerak masyarakat berhasil memunculkan kebisaan-kebiasaan baru. Gadget menjelma menjadi sebuah lorong panjang, semakin kesini semakin menarik untuk ditelusuri. Semakin membuat orang menjadi berlama-lama dengan segala lalu lintas informasi yang melintas.

Hanya saja tidak semua informasi terbukti kebenarannya. Berita hoax adalah sebuah tantangan jaman yang harus dihadapi, secara sistematis hingga ke tingkat paling dasar sekalipun. Bagaimana caranya? Sudah pasti dengan sosialisasi, tapi juga perlu dibentuk badan khusus untuk memperkuat ketahahanan informasi. Pejabat di tingkat kampung, Pak RW yang sudah pasti berada di grup RW juga harus mendapatkan pelatihan khusus untuk mengidentifikasi berita yang belum tentu kebenarannya.

Mengendalikan berita hoax tidak seperti menghadang maling di mulut gang agar tidak bisa masuk. Berita hoax bisa dengan mudah menerobos, tidak hanya masuk ke kampung tapi juga masuk ke pola pikir masing-masing orang. Pola  komunikasi dalam membangun sistem ketahanan informasi menjadi solusi hingga menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memiliki rasa penasaran mengecek kebenaran sebelum menyebarkan suatu berita.

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.