KDRT - Sebuah Movement Lewat Buku

KDRT - Sebuah Movement Lewat Buku

“Peradaban sebuah bangsa dapat diukur dari seberapa banyak buku yang telah diterbitkan oleh bangsa itu.”

Kalimat di atas diucapkan oleh bernama Fernando Baez, seorang penulis Venezuela. Fernando juga bercerita bahwa dalam peperangan antar bangsa di jaman dahulu, ada fenomena yang sangat menarik. Biasanya bangsa yang menang akan menghancurkan perpustakaan-perpustakaan dan membakar buku-buku dari bangsa yang dikalahkannya. Kenapa mereka melakukan hal tersebut? Jawabannya sederhana: Mereka ingin memusnahkan peradaban bangsa yang dikalahkannya. Dari fenomena tersebut kita bisa menyimpulkan betapa pentingnya literasi dalam membangun sebuah peradaban bangsa.

Sekarang mari kita tengok rumah kita. Indonesia adalah bangsa yang sangat besar dengan populasi sekitar 275 juta jiwa. Lalu ada berapa penulis buku di Indonesia? Konon penulis buku di negeri ini jumlahnya kurang dari 200 ribu orang. Sebuah perbandingan yang membuat kita mengelus dada.

Fenomena di atas adalah alasan utama kenapa The Writers berdiri. Kami membuka berbagai kelas penulisan agar bisa mencetak lebih banyak lagi penulis buku. Menjadi penulis itu bagus namun melahirkan penulis-penulis baru juga tidak kalah penting. Salah satu program dari The Writers untuk mewujudkannya adalah dengan membuat movement yang kami beri nama 1 keluarga 1 buku.

SATU KELUARGA SATU BUKU

Idenya begini: Setiap keluarga umumnya mempunyai album Foto Keluarga. Biasanya foto-foto tersebut adalah momen-momen emosional yang terjadi dalam keluarga tersebut. Dari perkawinan, kelahiran anak pertama, ulang tahun, piknik keluarga, wisuda, pernikahan dan lain-lain. Momen-momen penting tersebut sudah ketahuan kapan waktunya, tanggalnya, tempatnya sehingga kita bisa mempersiapkan diri untuk mengabadikannya. Semua foto dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam album foto keluarga.

Akan tetapi pernahkah terpikirkan oleh kita? Ada banyak momen-momen emosional yang terjadi secara spontan. Ada banyak peristiwa mengharukan yang tidak tertangkap oleh kamera. Misalnya kelucuan anak-anak kita. Atau anak kita berkelahi dengan temannya. Anak kita sakit dan diopname di rumah sakit. Pertengkaran dengan suami/istri. Rumah kita kemalingan. Saudara dari kampung yang menginap di rumah kita dan gak mau pulang-pulang dan masih banyak lagi. Nah, momen-momen seperti itu semua bisa kita tulis. Pokoknya apa pun yang mengandung momen emosional sebaiknya ditulis menjadi cerita. Ketika ceritanya sudah banyak, kita bisa kompilasi dan menjadikannya sebuah buku.

ALBUM CERITA KELUARGA

Dengan cara ini, kita tidak hanya memiliki Album Foto Keluarga. Kita juga mempunyai Album Cerita Keluarga. Bayangkan! Buku itu akan menjadi harta pusaka yang sangat berharga. Anak kita, cucu kita bahkan generasi berikutnya yang tidak sempat bertemu dengan kita dapat membaca buku itu. Pastilah mereka akan sangat bahagia.

Sejak lahir saya tidak sempat bertemu dengan kakek dan nenek saya. Saya sering menanyakan pada Ayah dan Ibu; kakek orangnya seperti apa, sih? Pekerjaannya apa? Tinggalnya di mana? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya. Meskipun orang tua saya sudah berusaha menjawab semua pertanyaan itu, saya tetap tidak bisa membayangkannya. Seandainya kakek saya menulis buku tentang keluarganya, saya pasti akan bahagia sekali bisa membacanya. Saya bisa mengetahui karakternya, jalan pikirannya, prinsip hidupnya…pokoknya semua bisa saya ketahui.

Movement ini, saya awali menulis sebuah buku yang berjudul KDRT – Kemesraan Dalam Rumah Tangga. Isi buku ini bercerita saat saya bujangan dan bekerja sebagai copywriter. Di situ juga ada kisah pertemuan saya dengan istri lalu menikah. Pertengkaran dengan istri. Punya anak pertama. Momen saat dia pertama kali berjalan. Pertama masuk sekolah. Pertama kali belajar naik sepeda. Saat berpisah dengan anak karena dia harus sekolah di Belanda. Momen anak kami pacaran. Semua momen emosional yang terjadi semuanya saya tuliskan. Buku ini akan menjadi milestone yang merupakan titik penting dalam aspek kehidupan keluarga kami.

Kembali ke ucapan Fernando Baez di atas. Ketika banyak keluarga di Indonesia menulis buku Album Cerita Keluarga seperti ini, akan ada berapa buku yang bisa diterbitkan? Jumlahnya bisa jutaan. Dan ketika produksi buku terlahir dari setiap keluarga maka secara tidak langsung kita telah memberi sumbangsih meningkatkan peradaban bangsa ini.

Seorang teman melecehkan momen yang saya gagas ini, “Mimpi lo terlalu tinggi, Bud. Mana ada keluarga yang mau melakukannya? Kecuali kalo mereka memang keluarga penulis.”

Saya cuma mesem-mesem aja. Saya tau ini tidak mudah tapi harus ada orang yang melakukannya. Makanya saya menulis buku ini agar setiap keluarga punya referensi apa saja yang bisa mereka tuliskan. Dan saya sangat berterima kasih atas dukungan dari komunitas The Writers yang percaya bahwa cita-cita luhur ini bisa diwujudkan. Insya Allah. Aamiin.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.