Hari terakhir Isoman

Selama masa pagebluk ini. Ada aja diri ini abai dengan gejala. Sekarang batuk pilek, bukan "cuma" batuk pilek... apalagi kalau kita ke PKM... ahaaaiii... eng ing eng

Hari terakhir Isoman

 

Pagi hari ini terasa ringan, senang bahwa ini hari terakhir isolasi mandiri. Isoman akronim yang kerap disebut orang. Ya, 14 hari sudah. Tangan menggapai ponsel dengan sigap,  menulis pesan WA ke tracer PKM. Eh, masih subuh. Nantilah. Segera bangkit dari peraduan dan segera masuk kamar mandi. Hari ini, harus segar, lebih dari kemarin. 

 

Kulihat sekeliling kamar. Tempat tidur sudah rapi. Meja kerja…yah masih seperti tadi malam. Laptop masih terbuka. Kuraih termos, ah airnya habis sudah. Kupakai masker, sandal, niat untuk pergi ke dapur. Aku pengen keluar kamar!tekadku. Kubuka kamar. Celingak celinguk, masih sepi. OK lah. Pelan aku berjalan menuju dapur. Eh, “meong,” aku menoleh kaget, “Uuugh Cipuuung, ngagetin, tahu enggak?” Tuh kucing ya. Cepat aku melesat ke dapur, isi termos dan kembali ke kamar. Sebelum sampai kamar, kulihat Sasa masuk kamar mandi. Aman. 

 

Kulihat jam, ah masih dua jam lagi baru bisa kontak tracer. OK lah. Aku berbaring lagi. Semakin lama semakin dalam masuk ke negeri impian. 

“Eh, lho, kamu??” badanku seperti terombang ambing di stage apung bak punya Yoann Bourgeois. 

“Lha, kamu pikir siapa?” senyumnya terkembang. “Gimana kabar, Ji?” 

Aku terpaku…ini orang wajahnya kaya kukenal, eh siapa sih nama orang ini? Kepalaku berputar putar bak pencari identitas. Masih tak cocok… errgh. 

“Sudahlah, sini, namaku Vidnaintin. Bah, nama kok aneh,pikirku. Kuterima uluran tangannya dari jauh, pokoknya salam C-19, deh. 

“Gimana Ji, sudah enakan ya, empat belas hari di kamar?”

" Lain kali kalau sudah batuk pilek keringet dingin nggak usah kecentilan jalan-jalan kemana-mana,Ji!" cerocosnya, tak ia pedulikan aku protes.

“Kok tahu?”

“Ya iyalah, kan aku sempat mampir. Lagian kamu itu ya..aduuh” dia geleng-geleng kepala.

“Masak?” aku melongo sambil mikir terus. 

Tawanya membahana. “Sudahlah, Ji. Jangan banyak melongo. Aku sudah selesai tugas. Aku masih perlu bantuanmu nih.”

“Bantuan? Apa?”

“Jangan buat aku mampir lagi,ya?”

“Oh, OK, memang kenapa?”

“Ih! Ji, pokoknya kamu ingat ya nasihatku. Kamu pokoknya jangan sampai aku mampiri lagi. Kalau perlu, inilah kali terakhir kau melihatku. Aku sekarang juga mau pamit saja. Maaf ya, aku menyusahkan dalam paruh empat belas hari isomanmu,Ji.”

“Ehmmhh, OK, OK. Jadi, aku harus apa?”

“Nih, baca. Pokoknya, bertemanlah sama Imun terus ya? Yuk ah, pamit.” Belum selesai kubaca, ia sudah menghilang. 

Samar kudengar ketukan kamar. Tergagap bangun, aku melirik jam dinding. 

“Katanya mau kontak PKM? Sudah jam delapan nih,” kudengar suara Mamak nyaring sekali. 

“Ya, wooookeeeey, Ma.” 

 

Selesai bertukar pesan dengan PKM. Mereka cuma tanya, mau swab dimana. Haduh. Males banget harus dicolok-colok lagi. Aku iyakan saja ketika mereka menyarankan di luar PKM. Mereka tidak ada layanan buat yang sudah terkonfirmasi, nanti paling diberikan surat lepas dari pemantauan. Aku iyakan saja. Lagipula, aku sekarang sudah tak mau lagi bandel… sudah paham, mending beneran deh, kalau sudah enggak enak badan, mending segera minum vitamin, pendongrak kekebalan tubuh terhadap penyakit, minum obat penangkal gejala penyakit,minum air putih dan makan banyak . Segera istirahat. Buatku, madu-jahe, air hangat sangatlah bikin nyaman, walau obat disediakan oleh PKM harus dihabiskan. Ah... Yuuuk lah…  Bai bai isoman.  

 

8 Desember 2022 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.