Berkomunikasi ala Pedagang Keturunan Cina

Entah sejak kapan tepatnya berbicara tentang ras Cina menjadi isu yang sensitif bahkan memicu konflik berbau SARA di negeri ini. Padahal diceritakan dalam sejarah, Cina sudah menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Sriwijaya semenjak ribuan tahun yang lalu.

Berkomunikasi ala Pedagang Keturunan Cina

 

Letak pulau Sumatera yang strategis yakni sebagai penghubung benua  Asia dan Australia sekaligus ketersediaan sumber daya alam menjadi dorongan Cina untuk melakukan perdagangan. Umumnya hubungan dagang antara berbagai kerajaan di Indonesia dan Cina dapat disimpulkan dari kedatangan utusan-utusan mereka (http://arkeologisumatera.unja.ac.id/index.php/2017/05/10/awal-hubungan-kerajaan-melayu-dengan-cina/). Tidak sedikit dari pedagang tersebut yang tinggal kemudian menetap di Indonesia khususnya di Palembang.

Hubungan dagang terus berlanjut hingga sekarang. Kok bisa? Anda pernah memperhatikan bagaimana warga keturunan Cina berdagang? Cara mereka berkomunikasi dengan pembeli menjadi kunci mengapa mereka masih bisa bertahan dan berdagang dari generasi ke generasi di negeri ini. Cara mereka berkomunikasi sekaligus menjadi poin menarik yang bisa diadaptasi dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 

Bagi Anda pengguna media sosial aktif, mungkin sudah membaca berita viral beberapa waktu yang lalu yakni seorang calon pembeli yang tidak dilayani di salah satu toko ritel produk telepon pintar. Penyebabnya sepele hanya karena berpenampilan sederhana dan memakai sandal jepit. Pengalaman serupa mungkin juga pernah dialami oleh banyak orang. Nyaris tidak ada komunikasi yang terjalin bahkan kalaupun bertanya dijawab seadanya dengan enggan. Lalu apa hubungannya dengan cara berkomunikasi pedagang keturunan Cina?

Pertama, pertanyaan sederhana tapi tepat sasaran. Ketika masuk ke toko yang pemilik dan pelayannya adalah warga keturunan Cina, pertanyaan ‘Cari apa?’ akan segera saja menyambut calon pembeli. Pertanyaan semacam itu adalah suatu bentuk komunikasi sederhana menyiratkan bahwa mereka siap melayani. Anda butuh apa, kami ada.

Begitupun dalam interaksi sehari-hari, pertanyaan sederhana yang langsung mengena seperti: ‘Apa kabar?’, ‘Ada apa?’ terlebih di masa sulit seperti sekarang ini bisa jadi dapat mencairkan suasana bahkan menyelamatkan orang lain dari melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Semua masalah dapat diselesaikan dengan komunikasi dimulai dengan pertanyaan sederhana, bukan?

          Kedua, menjadi pembicara sekaligus pendengar. Respon calon pembeli terhadap pertanyaan itu biasanya dengan mengatakan dan mendeskripsikan barang atau jasa yang sedang mereka cari. Pemilik toko warga keturunan biasanya menyimak terlebih dahulu keinginan calon pembeli.

     Kemudian, dengan sigap, pedagang keturunan Cina biasanya juga akan menawarkan produk dari beberapa merk selain merk yang disebutkan. Mereka pun tidak segan-segan mengulas kelebihan dan kekurangan merk-merk dagang yang mereka jual sehingga calon pembeli mempunyai referensi yang lebih banyak.

       Dalam komunikasi sehari-hari, kebanyakan dari kita seringkali asyik menjadi pembicara tapi lupa menjadi pendengar. Akibatnya, komunikasi yang terjalin menjadi tidak seimbang dan menimbulkan perasaan kurang dihargai. Untuk itu kita semua perlu belajar menjadi pendengar sehingga komunikasi sebagai kunci segala permasalahan menciptakan kerjasama antara orang-orang yang berinteraksi di dalamnya.

             Ketika komunikasi dan interaksi sudah terjalin baik tentu memudahkan dalam mencari jalan keluar terbaik. Sebagai pendengar sekaligus pembicara, kita dapat saling menawarkan solusi sehingga didapat solusi terbaik.

Yang terakhir adalah pemilik toko warga keturunan berani mengatakan bahwa barang yang ditawarkan lebih murah dari toko lain, mengambil untung tipis saja. Yang penting barang laku dan terjual sehingga modal bisa terus berputar. Tidak mengherankan jika belanja di toko A misalnya lebih murah, akan terdengar jauh dari mulut ke mulut. Pembeli pasti akan kembali lagi, menjadi langganan dan merekomendasikannya ke orang lain.

Dalam menghadapi masalah tidak sedikit orang yang enggan mengkomunikasikannya dengan orang-orang sekitar bahkan orang terdekat sekalipun dengan berbagai alasan.  Kita terjebak dalam bisingnya pikiran dan prasangka yang kita ciptakan sendiri. Namun, ketika berbagi dengan orang lain, bisa jadi permasalahan yang kita kira ruwet, sulit dipecahkan, ternyata solusinya mudah saja. Bisa jadi berkomunikasi dengan orang lain belum banyak membantu tapi setidaknya dapat mengurangi beban sekaligus energi negatif yang timbul karena permasalahan yang sedang dihadapi. 

Terlepas dari isu sensitif yang terus berkembang liar, tidak ada salahnya mengadaptasi cara berkomunikasi pedagang keturunan Cina. Berkomunikasi untuk melayani, mencairkan suasana dan menempatkan diri sebagai pembicara sekaligus pendengar dalam segala bentuk hubungan terlebih lagi hubungan dagang.

             Sebagai penutup, tulisan berdasarkan pengalaman pribadi penulis ini tentu saja tidak mencerminkan keseluruhan pemilik toko warga keturunan Cina. Pilihan cara berkomunikasi dalam menyelesaikan segala masalah mutlak di tangan kita sendiri. 

            Apapun itu, semuanya punya dua sisi baik dan buruk. Ambillah sisi yang baik agar  dalam menyelesaikan  masalah tidak hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja, agar perdamaian dapat terwujud setelah proses panjang dalam berkomunikasi dan berinteraksi. Sisi buruk hanya untuk dijadikan pelajaran untuk tidak ditiru. Selamat mencoba. Salam.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.