Begitulah si Ba'in

Begitulah si Ba'in
Foto punyanya Arbain Rambey
"Nin, kita tu saling kenal udah lama lho, udah lebih dari dua puluh tahun," Arbain Rambey bicara dengan mulutnya yang sibuk ngunyah.
 
"Oh ya?" tanya saya sambil otak menghitung cepat.
 
Saya berkenalan dengan Ba’in di sekitar pertengahan 1991. Sementara, pembicaraan ini terjadi pada Desember 2019. Wow, betul sekali, lebih dari dua puluh tahun! Bahkan, hampir tiga puluh tahun!
 
Awalnya, saya mengenalnya sebagai salah satu fotografer yang memotret untuk sebuah proyek buku, tentang manusia dan budaya Asmat di Papua—yang sayangnya tak pernah diterbitkan. Ba’in sejatinya insinyur sipil tamatan ITB, yang salah satu hobinya adalah memotret. Memang, sungguh ia manusia yang beruntung, karena bisa kerja dalam hobinya itu. Medianya adalah Harian Kompas, tempat dia berkarya sampai menjadi fotojurnalis dan fotografer papan atas Indonesia.
 
Lahir, lalu jadi besar sampai lulus SMA, dia di Semarang. Tak heran kalau bahasa Indonesia-nya medok Jawa bludak-bluduk. Orangnya lucu dan baik hati. Berkat dia, tulisan saya tentang fotografi sempat dimuat di Kompas dua atau tiga kali pada masa sebelum reformasi. Sayang, saya tak rajin menulis. Sehingga, kesempatan itu terlewatkan begitu saja. Tapi, Kompas tak perlu khawatir, karena Ba'in itu manusia cukup langka. Sebagai fotojurnalis, dia juga gape dalam menulis. Tulisan-tulisannya tentang fotografi membanjiri rubrik fotografi Kompas dengan rajin.
 
Selanjutnya, pertemuan kami biasanya di lapangan, di tengah-tengah demo mahasiswa di Jakarta sampai masa reformasi. Atau, di pameran-pameran foto. Tentunya, di saat dia tak sedang keliling dunia. Mengemban tugas sebagai fotojurnalis, dan tugas sebagai anak ibunya. Yang terakhir, ia punya kewajiban untuk menambah koleksi Injil sang ibunda dari berbagai negara yang dikunjunginya, yang berbahasa negara yang bersangkutan. Kubayangkan, selain membeli, bisa jadi dia sambar saja Injil yang ada di kamar hotel. Siapa tahu dia tak sempat belanja karena sibuk dengan tugas kantornya, tokh!? Hehe...
 
Menghubungi Ba'in itu sungguh sulit. Menelpon ke kantornya, belum tentu dia ada di kantor. Namanya pun fotojurnalis. Lebih sering tugas ke luar kantor. Telepon genggam tentu dia punya. Kuyakin dia salah satu manusia yang sejak awal-awal sudah punya gawai tersebut. Tapi, panggilan ke telepon genggamnya sangat jarang dijawabnya.
 
Atau, mungkin karena saat itu kebetulan telepon genggamnya pas sedang hilang. Begitulah si Ba'in. Kurasa, dia manusia yang paling banyak membeli telepon genggam dalam hidupnya. Berhubung, sering banget dia kehilangan gawai penting tersebut. Maklum, tak hanya lucu dan baik hati, dia juga pelupa.
 
"Kapan terakhir beli telepon genggam?" kadang iseng saya bertanya bila berjumpa dengannya.
 
Bahaknya yang membahana dari balik kumisnya yang lebat, selalu menjadi responnya atas pertanyaan saya itu. Mungkin dia sendiri sudah lupa kapan. Dan, pada saat itu, mungkin dia juga tak sadar bahwa sebenarnya telepon genggam terakhirnya sudah hilang juga. Kemungkinan itu selalu ada kalau berbicara tentang telepon genggam dan Arbain Rambey.
 
Telah sering bertugas keliling dunia, sempat menjadi kepala biro Kompas di Medan, pernah jadi redaktur fotografi Kompas; dan akhirnya Ba'in pensiun dari media besar itu. Tapi, dia manusia yang selalu sibuk dengan hobinya. Mengajar fotografi di mana-mana. Dari institusi formal macam perguruan tinggi, sampai kursus atau workshop. Belakangan, ngajar via zoom/webinar, menyesuaikan dengan situasi pandemi. Di mana dia bisa tampil sopan di atas, dan pakai celana dalem di bawah.
 
Belum lagi menjadi juri lomba foto sana-sini. Tentunya juga aktif mengikuti perkembangan dunia fotografi yang semakin moderen. Meski berasal dari generasi kamera dan cuci-cetak foto manual, Ba'in sangat fasih dengan teknologi fotografi mutakhir. Sebagai contoh saja, ia sangat paham memakai drone. Bahkan, sempat juga kehilangan kamera di pesawat nirawak tersebut. Karena? Pasti gara-gara lupa. Nggak heran. Namanya saja si Ba’in.
 
Dengan teknologi komunikasi, kelihatan ia cukup fasih juga. Termasuk aktif di media sosial. Facebook, twitter, dan instagram adalah media ekspresinya. Untuk berbagi tentang fotografi, atau sekedar melepaskan kenorakannya. Ya, norak adalah salah satu ciri khasnya juga hahaha…
 
Telepon genggam? Sekarang dia punya tiga telepon genggam. Mungkin masih sering hilang juga, atau masih sering tak segera menjawab kalau dikontak. Kurasa, karena itulah akhirnya istri Ba'in memutuskan bikin sebuah grup WA khusus. Anggotanya empat saja. Si istri dan tiga nomer WA Ba'in.
 
Begitulah si Ba'in.   =^.^=

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.