ALAT SUHU APAAAA ??

Tapi Fajri mungkin benar. There is a first time for everything and we are always learning.

ALAT SUHU APAAAA ??

“Selamat pagi bu, mohon maaf, kita cek dulu suhu tubuhnya bu”.

Aku hanya mengangguk terkantuk ketika salah satu crew yang ditunjuk untuk bertanggung-jawab di pintu masuk, menempelkan alat suhu tubuh di dahi.

Pagi itu langit terlihat cerah, waktu masih sekitar pukul 5 liwat sedikit, ketika aku tiba di lokasi shooting hari pertama.

Kami adalah salah satu Production House terakhir di Jakarta yang diizinkan shooting secara sah di akhir Maret 2020, sebelum Pandemi menghentikan semua kegiatan shooting kami.

Seperti biasa, sebagai Producer, hal pertama yang aku lakukan adalah mengecek ruang Client, menyapa semua kepala department dan memastikan semua sudah tiba untuk persiapan shooting pagi itu.

 

“Selamat pagi mba Eva”.

“Selamat pagi Pak Andri”. 

Aku tersenyum, mengangguk hormat ke arah suara yang menyapa.  Ternyata rombongan Client sudah tiba tepat pada waktu yang telah ditentukan.  Aku beranjak ke pintu ruang Client dan membukanya lebih lebar.

“Sudah sempat di cek suhu tubuhnya semua, sehat kan ??”, aku bertanya, setelah semua rombongan sudah duduk manis dan memesan makan pagi.

“Nah, itu dia, mba Eva.  Kok suhu tubuh saya 32 derajat yaa.  Teman-teman yang lain juga berkisar sekitar 32, 33, 34 derajat Celsius.  Ada yang aneh deh dengan alatnya.  Tolong di cek, mba Eva”, jawab Pak Andri dengan raut wajah yang tampak resah.

“Baik pak Andri, segera saya cek”.

 

Aku bergegas kembali ke area pintu masuk, sambil memanggil Unit Manager di walkie-talkie untuk bertemu di titik pengecekan suhu tubuh.

“Iya bu ??”, Tanya Fajri, Unit Manager kami.

“Fajri.  Client barusan bilang, alat suhu tubuh yang kita punya, ada yang gak bener.   Suhu tubuh mereka, antara 32-24 derajat.  Kenapa bisa begitu ??  Ayo kita cek sama-sama.  Kamu sudah di cek belum ??”, kataku bertubi-tubi.

“Saya belum cek bu.  Sudah sibuk dari tadi pagi subuh”, jawab Fajri perlahan.  “Ibu berapa tadi suhunya waktu di cek” ??  Tanya Fajri ingin tahu.

Duhh, dalam kantuk tadi pagi, aku tidak sempat melihat si alat, langsung nyelonong masuk untuk siap-siap bekerja.  Aku diam tapi memberi isyarat untuk crew yang memegang alat tersebut, untuk mengecek kembali.

“Tuh kan Fajri ??  Masa suhu tubuh aku 33 derajat ??  Coba deh kamu sekarang !!”.  Aku terkaget, Pak Andri ternyata benar.  Aduhhhh, kenapa harus Client yang menegur kami ??

Dalam hati aku menyesal, kenapa tadi pagi, masih mengantuk karena kurang tidur !!

Setelah mengecek beberapa crew di sekitar pintu masuk, kami putuskan, alat yang kami punya tidak normal.  Karena semua hasil angkanya berada dibawah suhu tubuh manusia normal.

“Fajri, aslik deh aku malu banget !!  Aku mau body temperature yang benar menggantikan yang sekarang ada disini, ntah gimana caranya !!

Kita punya waktu dari kemaren-kemaren, cukup untuk cari alat yang diperlukan, tapi gagal !!  Ini soal nyawa ya Fajri, jangan dianggap enteng !!”

Suaraku datar, sedikit keras dan meninggi mungkin … Fajri sudah cukup mengenal karakter aku untuk tahu, aku sangat upset dengan kejadian ini.

 

Aku kembali ke ruang Client, untuk melaporkan bahwa benar adanya, alat suhu tubuh yang kami sediakan agak “ngadat” dan kami akan berusaha mencari gantinya secepat mungkin.

Di luar, boss aku, mas Ado terlihat mencari-cari seseorang.

Ketika aku liwat, “Mba Evaa, sudah tahu alat suhu tubuh kita ada yang gak beres ??  Saya tadi di ruang Client dan pembicaraannya bulak-balik tentang alat suhu tubuh yang kita punya.  Maklum, ini sesuatu yang baru tapi menguatirkan dan pada parno dengan Covid-19, Mba Eva.  Malah ada yang bilang, itu mungkin alat buat suhu bikin kue”, tuturnya panjang lebar.
Aku berusaha menenangkan, “paham Mas.  Mohon maaf atas ketidak-nyamanan Client, kami berusaha cari gantinya secepatnya.  Mohon maaf mas Ado”.

Ya ampyunnnn.  Dalam hati, kenapa ini harus terjadi di saat-saat kita genting harus shooting outdoor dulu, yang kadang bisa terganggu kalau ada salah satu dari Client yang dari awal merasa tidak nyaman dengan sesuatu.

 

Hari itu berjalan cukup lancar walaupun sedikit terburu-buru dengan tambahan-tambahan standard dari Client yang cukup menyita waktu tapi sometimes we have to do it to keep the peace as long as it makes sense and we have the time to do it.

“Fajri, secepatnya lapor ke aku, kalau sudah dapat alat yang benar yaa”, tulisku di WatsApp (lebih baik menghindar dari walkie-talkie untuk hal-hal internal seperti ini).

 

Setelah makan siang, Fajri memanggil aku untuk menemuinya kembali di pintu masuk.

“Sudah bu, kita sudah dapat gantinyaaa”.  Fajri nampak lega dengan sedikit terengah-engah.

“Kok cepet dapet alat yang bener, nyari yang salah lama bener.  Dari mana ??”, aku terdengar sedikit sarkastis dan tidak percaya.

“Ini bu, petugas dari klinik terdekat dari lokasi kita.  Tadi saya sendiri yang pergi untuk mencari, supaya Ibu tenang.  Saya bawa petugas klinik dan alatnya jadi 1 paket”.

Fajri tetap tenang dan sabar, melayani aku yang mungkin terlihat seperti macan mau kabur dari gua hantu, hahahhaha.

“Ya udah.  Ayo dicek lagi suhu tubuh aku”.

Puji Tuhan, kali ini memang benar.  Suhu tubuh aku dan beberapa crew di sekitar situ sudah menunjukkan angka normal di 36.5 – 37.5 derajat Celsius.

Diatas angka normal tersebut, akan dianggap sudah demam dan diminta pulang ke rumah saja.

“Bu, tinggal ditambah deh 4 derajat dari alat yang kita punya, kalo dilihat dari hasil alat yang bener.  Tadi sudah sempat membandingkan dua alat tersebut buuuu”.

“Fajri, aku gak percaya deh kamu masih bisa ngeles ??  ditambah 4 derajat ??  Aku gak mau lagi lihat alat yang salah ini ada di lokasi kita.  Ngerti yaa ??  Muka aku mau ditaruh dimana waktu di tanya mas Ado & Client ?? 

Aku yang tadi nya mulai tenang, tiba-tiba naik darah dengan pernyataan polos dari Fajri barusan.

“Alat yang kita beli itu apa dan dari mana sih ??  Yang beli siapa ??  Kenapa gak dicek dulu ??  Aku udah bulak-balik bilang, check-recheck-double-check-triple-check.  Masih juga hal-hal seperti ini terjadi.

Lain kali aku ajah yang beli sendiri !!”, aku terus nyerocos.

“Kayak kita baru pertama kali shooting deh Fajri !!??”

“Yaaaahhhhhh tapi kannnnn bu Evaaaaa, kita baru pertama kali ini Pandemi Coronavirus buuuu.  Jadi masih belajar dong bu, ah.  Dan lain kali kita gak usah beli lagi buuuu.  Kan bisa disewaa buuuu.  Maffff ya buuuu".

 

Catatan :

Setelah wrap, team produksi kami duduk sebentar untuk meng-recap kejadian tadi pagi.

Di awal Pandemic, alat itu adalah alat yang banyak di cari orang, maka alat itu menjadi sangat mahal.  Untuk mendapatkannya juga tidak mudah karena laris manis.

Waktu salah seorang asisten produksi yang ditunjuk untuk mencari dan membeli “alat temperature”, si Kokoh pemilik toko hanya bilang “ini barangnya.  Buat industri kan ??”. 

Setelah diusut, ternyata alat yang kami beli ini adalah alat suhu ruangan pabrik (seperti yang diterangkan oleh si Kokoh bahwa itu buat industri), yang notabene bukan buat suhu tubuh manusia (bukan juga buat suhu kue, hahahhaha).

Siapa yang bisa disalahkan ??

Ketidak-tahuan ??  Panik karena barang susah didapat ??  Terlalu percaya bahwa barang yang dibeli sudah benar sesuai kebutuhan tanpa bertanya banyak ??

Tapi Fajri mungkin benar.  There is a first time for everything and we are always learning.

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.