Menari diatas Doa

Menari diatas Doa

"Tuhannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn, aku tidak ingin pergi bekerja." Teriakku marah. "Aku sudah mengalah pada semua, tak apa aku jelek, tak apa aku menjomblo seumur hidup, tak apa aku tak punya seorang ayah, tak apa aku miskin, dan banyak tak apa lainnya sesuai mau Mu. Tapi tolong untuk yang satu ini sesuai mau ku."

"Enak saja, kan yang Tuhan bukan kamu." Menengok sekeliling, tak ada orang, suara tadi ? Mungkin halusinasiku. Tunggu doa ini belum selesai, "Aku hanya ingin tidur-tiduran saja di Rumah yang kusewa ini. Bahkan rumahpun tak Kau ijinkan aku punyai. Lalu buat apa aku pergi bekerja?  Tetap saja tak bisa membeli rumah."  Apa aku protes ke Tuhan karena tak mampu membeli rumah meskipun sudah bekerja selama dua belas tahun? Apa artinya Gajihku kurang banyak? Atau jajanku yang banyak? Apa aku salah berdoa? "Ah, bodo amat." Aku pun bergulung dengan selimut, dan kembali melanjutkan tidur yang tertunda akibat bunyi alarm, yang menandakan pagi tiba. Dan kemarahanku pada Tuhan. Memang yang tidak melawan saat dimarah, dicaci dan dimaki, hanya Tuhan.

Namun dalam mimpiku seolah Tuhan menjawab " Ayo ikut denganku."

"Kemana?"

"Tentu ke Neraka jahanam."

"Tunggu, kenapa neraka bukan surga." Tuhan seolah melirikku sekilas, coba kau kenang kembali perbuatanmu, apa yang membuat yakin berada disyurgaKu?". Sebelum sempat mengenang masa lalu, aku terjaga. "Mimpi sialan." Dan bergegas mandi dan keramas untuk buang sial. Sesungguhnya sial tak dapat dibuang, dia akan datang dan pergi sesukanya. Atau itu hanya pelabelan saja yang mungkin sialpun tak pernah ada.

Tentu saja aku terlambat tiba di kantor. "Jika saja aku tadi tak protes pada Tuhan, tentu aku tiba tepat waktu." Umpatku dan bergegas menuju ruang meeting. Kenapa terlupakan olehku bahwa hari ini weekly meeting. Dengan sedikit menanggung malu kumasuki ruangan meeting itu diikuti tatapan mengejek para pesertanya. Tak pelak meeting selesai, teguran lisan pun melayang padaku. "Ini semua gara-gara Tuhan, kenapa aku masih harus bekerja. Menghadapi birokrasi yang menyebalkan ini."

Ternyata Tuhan mengabulkan keinginanku untuk tidak pernah pergi bekerja lagi dengan caranya, bukan sesuai mauku. 

Aku adalah karyawan yang tanggo. Begitu jam 5 langsung go pulang. Tidak ada istilah lembur atau sengaja berlama-lama dikantor. Buat apa? Bantal dan guling sudah menungguku. Begitu teringat mereka, mataku hendak terkatup saja. Beberapa kali mulutku menguap tak sanggup menahan kantuk. Sampai parkiran mari kita tanjap gas. 

Begitu mataku terbuka lemah, aku sudah terkapar diaspal. Bukan dikasur kesayanganku. Aku merasa ada yang panas mengalir dari kepalaku. Apa yang terjadi? Aku melihat seorang dengan pakaian hitamnya menjulurku tangannya menarikku, membantuku berdiri. "Aku menjemputmu". Katanya tersenyum. Aku menarik tanganku, "Tunggu, kita kemana?". 

"Tentu saja sesuai permintaanmu, Tuhan sangat sibuk hari ini. Manusia tak pernah berhenti meminta. Dasar tak tau diri, ada-ada saja permintaan mereka. Menyusahkan saja. Jadi aku yang ditugaskan menjemputmu. Mulai sekarang kamu akan tidur selamanya, dan tak pernah pergi bekerja lagi."

"Jadi kamu malaikat maut, aku mati?"

"Ya, kamu lihat yang terbujur disana. Dan lihat yang berdiri disini bersamaku. Lekaslah, waktuku tak lama. Masih banyak yang harus kujemput. Manusia jahanan lainnya."

Aku berlari menghampiri tubuhku, tidak aku belum boleh mati. Aku belum menuliskan wasiat. Pada siapa wasiat kuberikan? Bukankah aku sebatang kara?

 

 

 

 

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.