Wina: Kedai Kopi dan Tragedi

Minuman berciri khas espreso dan whip cream yang dihidangkan di kedai-kedai kopi kota Wina sudah dikenal sejak berabad-abad lalu. Tradisi kedai kopi di Wina memiliki kesejarahan yang tidak dapat dipisahkan dari gerakan pembaruan yang lahir di Wina dan kontribusinya pada perubahan sosial dan budaya masyarakat Eropa. Kafe-kafe di Wina juga menjadi saksi sejarah terhadap gejolak ekonomi dan politik serta tragedi-tragedi yang dialami kota yang terletak di Austria ini, termasuk peristiwa serangan teroris pada 2 November lalu.

Wina: Kedai Kopi dan Tragedi
Tradisi kedai kopi Wina

 

Pada 2 November malam terjadi serangan teroris terhadap kota Wina yang menyebabkan empat orang meninggal dan puluhan cedera, termasuk seorang polisi. Serangan ini terjadi di tengah keramaian kota, tempat kafe dan restoran berjejer serta tak jauh dari sinagoge, tempat ibadat Yahudi. ISIS telah mengeklaim bertanggung jawab atas serangan ini dan sampai saat ini tidak ada pernyataan bahwa sinagoge menjadi sasaran penyerangan.

Kalau kita flashback, bulan November menandai sejarah penting yang mengubah tatanan kehidupan kota Wina. Tepat 82 tahun yang lalu pada malam 9 dan 10 November 1938 Wina dilanda kerusuhan, perusakan toko dan bangunan milik orang Yahudi, penangkapan liar yang menyasar orang Yahudi, serta pembakaran sinagoge. Peristiwa yang dikenal sebagai “Kristallnacht” atau Malam Pecahan Kaca terjadi mengikuti aneksasi Austria oleh Nazi Jerman pada 12 Maret 1938. Kejadian ini memorakporandakan komunitas Yahudi yang bukan saja telah lama bermukim di Wina, tetapi berkontribusi dalam menjadikan Austria sebagai pelopor pembaruan sains, seni, dan budaya. Hal ini tak lepas dari tradisi kedai kopi Wina.

 

Rabi Schlomo Hofmeisterm, saksi mata serangan teroris di Wina, 2 November.

 

Menelusuri Tradisi Kedai Kopi Kota Wina

Wina yang terletak di Austria dijuluki “city of music” karena merupakan rumah bagi komponis musik klasik Beethoven dan Mozart. Tercatat sebagai Warisan Dunia dalam Bahaya oleh UNESCO, Wina adalah kota kaya sejarah dengan bangunan-bangunan tua bergaya arsitektur barok dan kedai kopi tua dengan desain Art Nouveau.

Sejak 2011 tradisi kedai kopi Wina tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Tradisi kedai kopi Wina memiliki kesejarahan penting karena tidak dapat dipisahkan dari gerakan pembaruan yang lahir di Wina dan telah berkontribusi pada perubahan sosial dan budaya masyarakat Eropa.

 

Franziskaner, kopi khas Wina.

 

Kedai kopi atau kafe pertama di Wina hadir pada 1683. Ciri khas kafe Wina adalah meja marbel dan kursi model bistro, sementara penyediaan surat kabar untuk dibaca di tempat dan penyajian kopi yang disertai segelas air putih menyambut pengunjung yang ingin duduk santai untuk waktu lama. Kombinasi antara espreso dan susu atau whip cream yang menjadi ciri khas kopi Wina sudah dikenal sejak berabad-abad lalu dengan nama-nama Franziskaner, Kapuziner, dan Wiener Melange.

Masa keemasan tradisi kafe di Wina adalah pada abad ke-19 ketika ruang-ruang kafe di Wina menjadi tempat berkumpul para intelektual, penulis, dan seniman muda yang kemudian memengaruhi perkembangan zaman di Eropa. Pelukis terkenal Austria beraliran simbolisme, Gustav Klimt, sering berkunjung ke Café Museum. Vienna Secession, sebuah gerakan seni yang dimotori oleh Klimt, dicanangkan di Café Sperl pada 1897.

 

Adele Bloch-Bauer I (1907) oleh Gustav Klimt.

 

Pada awal 1900-an, Wina memiliki populasi Yahudi terbesar ketiga di Eropa. Kaum imigran Yahudi yang jumlahnya terus meningkat menjadi bagian dari komunitas intelektual dan elite kelas menengah kota yang berasal dari latarbelakang beragam. Sebagai kota metropolitan yang menjadi rumah bagi para imigran, percampuran budaya yang kompleks di Wina melahirkan ide-ide baru yang memengaruhi Eropa.

Kafe menjadi tempat nongkrong bagi mereka yang kurang mampu dan tempat berbagai budaya dan kelas sosial melebur. Kafe dan inklusivitasnya menjadi bagian penting dari kehidupan Kota Wina, termasuk bagi tokoh-tokoh Austria-Yahudi terkenal. Sejarah mencatat kelompok sastrawan beraliran modernis, Young Vienna (Jung Wien) sering berdiskusi di Café Griensteidl dan Café Central. Bapak psikologi, Sigmund Freud menjadikan Café Korb sebagai tempat pertemuan “Vienna Psychoanalytic Society”, selain menemui pasiennya di Café Central.

 

Cafe Central

 

Ini adalah zaman ketika generasi baru ingin melepas nilai-nilai lama, tetapi bertentangan dengan hal itu, diskriminasi gender masih sangat kuat. Sayangnya, budaya kafe mendukung diskriminasi ini. Meski larangan terhadap perempuan untuk berkunjung ke kafe sudah dihapus sejak 1856 di Wina, pada abad ke-19 kafe tetap merupakan wilayah laki-laki.

Lalu, ke manakah kaum perempuan pergi untuk berdiskusi tentang budaya, filsafat, dan politik? Mereka pergi ke salon!

 

Salon dan Anti-Semitisme

Maksud salon di sini bukan sebagai tempat untuk menata rambut atau facial, tetapi dalam makna bahasa Inggris, yaitu sebagai tempat berkumpul. Selain budaya kafe, Wina juga melahirkan salon-salon–semacam lingkaran studi yang diselenggarakan di rumah-rumah–yang dimotori oleh elite kelas menengah. Pada abad ke-19, banyak perempuan elite, termasuk perempuan Yahudi, menjadi tuan rumah salon. Mereka memengaruhi pemikiran politik serta mempromosikan sastra dan seni. Di antara perempuan Yahudi tersebut adalah Fanny von Arnstein yang salonnya menjadi pusat jejaring kaum intelektual dan musikus perempuan dan Bertha Zuckerkandl, seorang jurnalis dan penulis.

 

Suasana di sebuah salon di Wina (Julius Schmid).

 

Meski banyak perempuan kelas menengah yang terlibat dalam mengembangkan pemikiran kritis, kesetaraan gender masih mengundang pro dan kontra di tengah-tengah kaum intelektual sendiri. Pada saat yang sama, Wina menghadapi masalah imigran yang memadati kota dan sektor kerja. Kondisi ini membuat konservatisme, nasionalisme, dan anti-Semitisme berkembang pesat di Wina, hal yang tidak dapat dilawan lagi oleh gerakan kafe dan salon. Pada 1897, Wina pun tunduk di bawah pemerintahan konservatif.

Seiring dengan makin lemahnya kelas menengah pada permulaan abad ke-20, salon pun mengalami kematian pelan-pelan. Namun, perubahan drastis terjadi setelah krisis ekonomi pasca-Perang Dunia Pertama. Gerakan buruh yang kuat mengubah Wina menjadi kota sosialis yang dijuluki “Wina Merah”, di mana berbagai kebijakan–seperti kebijakan perumahan, kesehatan, perawatan anak–memperhatikan kepentingan pekerja. Wina Merah tidak mampu bertahan. Pada 1934 Wina kembali dikuasai kekuatan konservatif dan berada di bawah pemerintahan otoriter Austrofasis.

 

Ketika Hitler tiba di Austria, 1938.

 

Tragedi Kebencian

Aneksasi Austria oleh Nazi Jerman pada 1938 mengakhiri gerakan-gerakan multikultural dan progresif di Wina, apalagi setelah pengiriman warga Austria-Yahudi ke kamp-kamp konsentrasi serta eksodus besar-besaran penduduk Yahudi dari Wina—mereka yang telah memainkan peran penting dalam perkembangan kota dan budaya Wina.

Meski kelompok yang menjadi sasaran berbeda, seperti tragedi Kristallnacht pada November 82 tahun yang lalu, serangan teroris yang terjadi di Wina pada bulan November tahun ini akan tercatat dalam sejarah sebagai tragedi yang berakar pada kebencian, penciptaan musuh, dan supremasi.

 

Terkait: TURN OF THE CENTURY VIENNA: Liberalism, Coffeehouses, and Misogyny

 

Sumber

Ackerl, Isabella (1999) Vienna Modernism 1890 –1910. Federal Press service Vienna. http://archiv.bka.gv.at/DocView.axd?CobId=5035 [9 April 2018].

BBC News (2020) Vienna shooting: What we know about 'Islamist terror' attack. https://www.bbc.com/news/world-europe-54798508 [6 November 2020].

Bell, Bethany (2014) ‘Dancing over the edge: Vienna in 1914.’ BBC News Magazine. http://www.bbc.com/news/magazine-25576645 [18 April 2018].

City of Vienna (n.d.) From "Red Vienna" to the "Ständestaat" (1918 to 1938) - History of Vienna https://www.wien.gv.at/english/history/overview/socialism.html [31 Maret 2018].

Duma, Veronika and Hanna Lichtenberger (2018) Remembering Red Vienna. https://www.jacobinmag.com/2017/02/red-vienna-austria-housing-urban-planning [31 Maret 2018].

Jewish Heritage Europe (2018) Austria. https://jewish-heritage-europe.eu/austria/ [1 November 2020].

The Economist (2016) How Vienna Produced Ideas That Shaped the West. https://www.economist.com/news/christmas-specials/21712044-city-century-how-vienna-produced-ideas-shaped-west [25 Maret 2018].

Vienna Würstelstand (2018) 10 Coffeehouses That Have Inspired Vienna's Greatest Artists and Writers. https://www.viennawurstelstand.com/guide/10-coffeehouses-that-have-inspired-viennas-greatest-artists-and-writers/ [1 November 2020].

Wien.gv.at (n.d.) History of Viennese Coffee House Culture. https://www.wien.gv.at/english/culture-history/viennese-coffee-culture.html [31 Oktober 2020].

Weinzierl, Erika (2003) The Jewish Middle Class in Vienna in the Late Nineteenth and Early Twentieth Centuries. University of Minnesota. Center for Austrian Studies. Retrieved from the University of Minnesota Digital Conservancy. http://hdl.handle.net/11299/60664 [8 April 2018].

Wikipedia (2020) Anschluss. https://en.wikipedia.org/wiki/Anschluss [8 November 2020].

Wilhelmy-Dollinger, Petra (2009) ‘Berlin Salons: Late Eighteenth to Early Twentieth Century.’ Jewish Women: A Comprehensive Historical Encyclopedia. Jewish Women's Archive https://jwa.org/encyclopedia/article/berlin-salons-late-eighteenth-to-early-twentieth-century [18 April 2018].

 

Sumber Gambar

Gambar utama: Pinterest

Gambar 1: bbc.com

Gambar 2: tasteatlas.com

Gambar 3: gustav-klimt.com

Gambar 4: viennawurstelstand.com

Gambar 5: akg-images.co.uk

Gambar 6:  Wikipedia

Dapatkan reward khusus dengan mendukung The Writers.
List Reward dapat dilihat di: https://trakteer.id/the-writers/showcase.